Tafsir Surah Ali Imran 28

💬 : 0 comment

Tafsir Indonesia Depag Surah Ali 'Imran 28

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).(QS. 3:28)

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

Telah diterangkan oleh para ahli sejarah. bahwa di antara orang-orang yang telah masuk Islam terperdaya oleh kemuliaan orang-orang kafir lalu mereka mengadakan hubungan persaudaraan dan persahabatan yang akrab sampai menjadikan orang-orang kafir itu sebagai orang-orang yang dipercayai.

Diriwayatkan oleh lbnu `Abbas sebagai berikut: "Adalah Al Hajjaj lbnu 'Amru dan Ibnu Abil Huqaiq dan Qadis bin Zaid. ketiga-tiganya dari golongan Yahudi mengadakan hubungan rahasia dengan sebagian orang Ansar supaya mereka mau berpaling dari agama Islam. Maka Rifa'ah lbnu Munzir. Abdullah bin Jubair, Saad bin Khaisamah mencegah mereka mendekati orang-orang Yanudi itu. Tetapi orang-orang Ansar tersebut tetap saja mengadakan hubungan rahasia dengan mereka. Maka turunlah ayat ini.

Di dalam ayat ini Allah SWT melarang kaum muslimin untuk menjadikan orang kafir sebagai kawan yang akrab, pemimpin atau penolong, jika hal yang demikian ini akan merugikan mereka sendiri baik dalam urusan agama maupun dalam kepentingan umat, atau jika dalam hal ini kepentingan orang kafir akan lebih didahulukan daripada kepentingan kaum muslimin sendiri. apalagi jika hal itu ternyata akan membantu tersebarluasnya kekafiran. Hal yang demikian ini sangat dilarang oleh agama.

Allah mencegah orang-orang mukmin mengadakan hubungan akrab dengan orang-orang kafir itu, baik disebabkan oleh kekerabatan, kawan lama waktu zaman jahiliyah. ataupun karena bertetangga. Larangan itu tidak lain hanyalah untuk menjaga dan memelihara kemaslahatan agama, serta agar kaum muslimin tidak terganggu dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh agamanya.

Adapun bentuk-bentuk persahabatan dan persetujuan-persetujuan kerja sama yang kiranya dapat menjamin kemaslahatan orang-orang Islam tidaklah terlarang Nabi sendiri pernah mengadakan perjanjian persahabatan dengan Bani Khuza'ah sedang mereka itu masih dalam syirik.

Kemudian Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa barang siapa menjadikan orang-orang kafir sebagai penolongnya. dengan meninggalkan orang-orang mukmin dalam hal-hal yang memberi mudarat kepada agama berarti dia telah melepaskan diri daripada perwalian Allah, tidak taat kepada Allah dan tidak menolong agamanya. Ini berarti pula bahwa imannya kepada Allah telah terputus, dan dia telah termasuk golongan orang-orang kafir. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat ini, yaitu:

ومن يتولهم منكم فإنه منهم

Artinya:
Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka
(Q.S Al Ma'idah: 51)

Tetapi orang-orang mukmin boleh mengadakan hubungan akrab dengan orang-orang kafir, dalam keadaan takut mendapat kemudaratan atau untuk memberikan kemanfaatan bagi orang-orang Islam. Juga tidak terlarang bagi suatu pemerintahan Islam, untuk mengadakan perjanjian persahabatan dengan pemerintahan yang bukan Islam, dengan maksud untuk menolak kemudaratan, atau untuk mendapatkan kemanfaatan. Kebolehan mengadakan persahabatan ini tidak khusus hanya dalam keadaan lemah saja tetapi boleh juga dalam sembarang waktu, sesuai dengan kaidah:

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

Artinya:
Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan.

Berdasarkan kaidah ini, para ulama membolehkan "taqiyah", yaitu mengatakan atau mengerjakan sesuatu yang berlawanan dengan kebenaran untuk menolak bencana dari musuh atau untuk keselamatan jiwa atau untuk memelihara kehormatan dan harta benda.

Maka barang siapa mengucapkan kata-kata kufur karena dipaksa, sedang hati (jiwanya) tetap beriman, karena untuk memelihara diri dari kebinasaan, maka dia tidak menjadi kafir, sebagaimana yang telah dilakukan oleh `Ammar bin Yasir yang dipaksa oleh orang-orang Quraisy untuk menjadi kafir, sedang hatinya tetap beriman.

Allah berfirman:

من كفر بالله من بعد إيمانه إلا من أكره وقلبه مطمئن بالإيمان ولكن من شرح بالكفر صدرا فعليهم غضب من الله ولهم عذاب عظيم

Artinya:
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (maka dia tidak berdosa). Tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran. maka kemurkaan Allah akan menimpanya dan baginya azab yang besar.
(Q.S An Nahl: 106)

Sebagaimana telah terjadi pula pada seseorang sahabat yang terdesak ketika menjawab pertanyaan Musailamah: "Apakah engkau mengakui bahwa aku ini rasul Allah? Jawabnya: "Ya". Karena itu sahabat tadi dibiarkan dan tidak dibunuh. Kemudian seorang sahabat lagi sewaktu ditanya seperti tadi, ia menjawab: "Saya ini tuli" (tiga kali), maka sahabat tersebut ditangkap dan dibunuh. Setelah berita ini sampai kepada Rasulullah saw beliau bersabda: "Orang yang telah dibunuh itu kembali kepada Allah dengan keyakinan dan kejujurannya, adapun yang satunya lagi, maka dia telah mempergunakan kelonggaran yang diberikan Allah, sebab itu tidak ada tuntutan atasnya".

Kelonggaran-kelonggaran itu disebabkan keadaan darurat yang mendatang, bukan menyangkut pokok-pokok agama yang selalu ditaati. Dalam hal ini diwajibkan bagi orang Islam berhijrah dari tempat di mana ia tidak dapat menjalankan perintah agama dan terpaksa di tempat itu melakukan taqiyyah. Adalah termasuk tanda kesempurnaan iman bila seseorang tidak merasa takut kepada cercaan di dalam menjalankan agama Allah.

Allah berfirman:

فلا تخافوهم وخافون إن كنتم مؤمنين

Artinya:
Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.
(Q.S Ali Imran: 175)

dan firman Nya:

فلا تخشوا الناس واخشون

Artinya:
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia (tetapi) takutlah kepada Ku (Q.S Al Ma'idah: 44)

Termasuk dalam "taqiyyah", berlaku baik, lemah lembut kepada orang-orang kafir, orang-orang zalim, orang-orang fasik dan memberi harta kepada mereka untuk menolak gangguan-gangguan mereka. Hal ini tidak dipandang bersahabat akrab yang dilarang tetapi adalah pekerjaan yang menurut peraturan. Nabi bersabda:

ما وفى به المؤمن عرضه فهو صدقة

Artinya:
"Sesuatu tindakan yang dapat memelihara kehormatan seorang mukmin, adalah termasuk sedekah"
(HR At Tabrani)

Dan dalam hadis lain dari Aisyah ra:

استأذن رجل على رسول الله صلى الله عليه وسلم وأنا عنده فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: بئس ابن العشيرة أو أخو العشيرة ثم أذن له فالان له القول, فلما خرج قلت: يا رسول الله, قلت ما قلت, ثم النت له القول, فقال: يا عائشة, إن من شر الناس من يتركه الناس اتقاء فحشه

Artinya:
Seorang laki-laki datang meminta izin menemui Rasulullah dan ketika itu aku berada di sampingnya. Lalu Rasulullah berkata: "(Dia adalah) seburuk-buruk warga kaum ialah laki-laki ini". Kemudian Rasulullah mengizinkannya untuk menghadap. IaIu beliau berbicara dengan orang tersebut dengan ramah tamah dan lemah lembut. Setelah laki-laki itu keluar, aku bertanya kepada Rasulullah: "Engkau telah mengatakan apa yang telah kau katakan tentang dirinya. lalu kau lunakkan lagi kata-katamu kepadanya". Rasulullah berkata: "Hai, `Aisyah sesungguhnya termasuk orang yang paling jelek adalah orang yang dibiarkan oleh manusia karena takut kepada kejahatannya".
(HR Bukhari)

Terhadap mereka yang melanggar larangan Allah di atas, Allah memperingatkan mereka dengan siksaan yang langsung dari sisi-Nya tidak seorangpun yang dapat menghalanginya.

Akhirnya kepada Allah tempat kembali segala makhluk. Semuanya akan mendapatkan balasan sesuai dengan amal perbuatannya.

Asbabun Nuzul Indonesia Depag Surah Ali 'Imran 28

Ibnu Jarir mengetengahkan dari jalur Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas, katanya, "Hajjaj bin Amr, yakni sekutu dari Kaab bin Asyraf, Ibnu Abu Haqiq dan Qais bin Zaid telah mengadakan hubungan akrab dengan beberapa orang Ansar untuk menggoyahkan mereka dari agama mereka, maka kata Rifaah bin Munzir, Abdullah bin Jubair dan Saad bin Hatsmah kepada orang-orang Ansar itu, 'Jauhilah orang-orang Yahudi itu dan hindarilah hubungan erat dengan mereka agar kamu tidak terpengaruh dari agamamu!' Pada mulanya mereka tidak mengindahkan nasihat itu, maka Allah pun menurunkan terhadap mereka, 'Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir...,' sampai dengan firman-Nya, '....dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.'" (Q.S. Ali Imran 28-29)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.