Tafsir Surah An Nisaa 100

💬 : 0 comment

Tafsir Indonesia Depag Surah An-Nisaa' 100


وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللّهِ يَجِدْ فِي الأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلى اللّهِ وَكَانَ اللّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Kemudian Allah menjanjikan kepada orang-orang yang berpindah meninggalkan kampung halamannya karena menaati perintah Allah dan mengharapkan keridaan Nya bahwa mereka akan memperoleh tempat pindah yang lebih makmur, lebih tenteram dan aman dan lebih mudah menunaikan kewajiban-kewajiban agama di daerah yang baru itu, yaitu Madinah. Janji yang demikian itu sangat besar pengaruhnya bagi mereka yang hijrah itu. Sebab umumnya orang-orang Islam di Mekah yang tidak ikut hijrah itu menyangka bahwa hijrah itu penuh dengan penderitaan dan daerah yang dituju itu tidak memberikan kelapangan hidup bagi mereka.

Sesudah Allah menjanjikan kelapangan hidup di dunia Allah menyatakan pula bahwa Dialah yang akan memberikan pahala yang sempurna di akhirat kepada orang-orang yang hijrah yang karena meninggal dunia mereka tidak sempat sampai ke Madinah. Amatlah jelas janji Allah kepada orang-orang yang hijrah dibandingkan dengan janji-Nya kepada mereka yang tidak hijrah karena kekhawatiran, sebab bagi golongan yang akhir ini pengampunan Allah tidak disebut secara pasti.

Pengampunan dan kasih sayang Allah sangatlah besar terhadap kaum Muhajirin yang dengan ikhlas meninggalkan kampung halaman mereka untuk menegakkan kalimat Allah SWT.

Diriwayatkan oleh-Ibnu Abi Hatim dan Abu Ya'la dengan sanad yang baik dial Ibnu Abbas beliau berkata: "Damrah bin Jundub pergi dari rumahnya "Bawalah aku dan keluarkanlah aku dari bumi orang-orang musyrik ini (Mekah) untuk menemui Rasulullah saw. Maka pergilah dia dan meninggal dalam perjalanan sebelum berjumpa dengan Nabi Muhammad saw lalu turunlah ayat ini.

Sebab-sebab Islam mensyariatkan hijrah pada zaman permulaan:

a. Untuk menghindarkan dari dial tekanan dan penindasan orang kafir Mekah terhadap orang Islam, sehingga mereka memiliki kebebasan dalam menjalankan perintah-perintah agama dan menegakkan syiar-syiarnya.

b. Untuk menerima ajaran agama dari Nabi Muhammad saw, kemudian menyebarkannya ke seluruh dunia.

c. Untuk membina negara Islam yang kuat yang dapat menyebarkan Islam, menegakkan hukum-hukumnya, menjaga rakyat dari musuh dan melindungi dakwah Islamiah.

Ketiga sebab inilah yang menjadikan hijrah dari Mekah satu kewajiban umat Islam. Sesudah umat Islam menaklukkan Mekah tidak ada lagi kewajiban hijrah. karena ketiga sebab ini tidak ada lagi. Diriwayatkan diri Ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda:

لا هجرة بعد الفتح ولكن جهاد ونية وإذا استنفرتم فانفروا

Artinya:

Tidak ada hijrah sesudah penaklukan Mekah, akan tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Jika kamu diperintahkan berperang, maka penuhilah perintah itu". (H.R. Bukhari dan Muslim)

Asbabun Nuzul Indonesia Depag Surah An-Nisaa' 100

Ibnu Abu Hatim dan Abu Ya'la mengetengahkan dengan sanad yang cukup baik dari Ibnu Abbas, katanya, "Dhamrah bin Jundub keluar dari rumahnya untuk berhijrah. Katanya kepada keluarganya, 'Bawalah saya dan keluarkan dari bumi musyrik ini kepada Rasulullah saw.' Kebetulan di tengah jalan, sebelum bertemu dengan Rasulullah ia meninggal dunia. Maka turunlah wahyu, 'Barang siapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat.'" (Q.S. An-Nisa 100) Ibnu Abu Hatim mengetengahkan dari Said bin Jubair dari Abu Dhamrah Ar-Rizqi yang ketika itu berada di Mekah, "Tatkala turun ayat, '...kecuali golongan yang lemah, baik laki-laki maupun wanita atau anak-anak yang tidak mampu berupaya...' (Q.S. An-Nisa 98) maka katanya, 'Saya ini mampu dan saya mempunyai upaya,' lalu ia mengadakan persiapan untuk menemui Nabi saw. Tetapi di Tan`im ia menemui ajalnya. Maka turunlah ayat ini, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya...' sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100). Ibnu Jarir mengetengahkan seperti demikian dari beberapa jalur, yakni dari Said bin Jubair, Ikrimah, Qatadah, As-Saddiy, Dhahhak dan lain-lain. Pada sebagian disebutkan Dhamrah bin Aish atau Aish bin Dhamrah dan pada sebagian yang lain lagi, Jundab bin Dhamrah Al-Junda'i atau adh-Dhamri. Ada pula yang menyebutkan seorang laki-laki dari Bani Dhamrah, seorang laki-laki dari Khuza'ah, seorang laki-laki dari Bani Laits, dari Bani Kinanah dan ada lagi dari Bani Bakr. Diketengahkan pula oleh Ibnu Saad dalam Ath-Thabaqat, yakni dari Yazid bin Abdillah bin Qisth bahwa Junda' bin Dhamrah Adh-Dhamri berada di Mekah dan kemudian jatuh sakit. Maka katanya kepada putra-putranya, "Keluarkan saya dari Mekah ini, kerisauannya telah membunuh saya." Jawab mereka, "Ke mana?" Maka diisyaratkannya dengan tangannya ke Madinah, maksudnya berhijrah lalu mereka membawanya keluar. Tatkala sampai di mata air Bani Ghaffar, ia pun wafat. Maka Allah pun menurunkan, "Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100) Ibnu Abu Hatim, Ibnu Mandah dan Barudi mengetengahkan dari golongan sahabat dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya bahwa Zubair bin Awwam mengatakan, "Khalid bin Haram berhijrah ke Habsyi, kebetulan dalam perjalanan ia dipatuk ular hingga wafat, maka turunlah ayat, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat.'" (Q.S. An-Nisa 100) Dalam buku Al-Maghazi Al-Umawi mengetengahkan dari Abdul Malik bin Umair, katanya, "Tatkala sampai ke telinga Aktsam bin Shaifi hijrahnya Nabi saw. ia pun bermaksud hendak menemuinya. Tetapi kaumnya berkeberatan untuk memanggilnya, maka kata Aktsam, 'Carilah yang akan membawa pesan dari saya kepadanya, dan yang akan membawanya daripadanya kepada saya.' Demikianlah tampil dua orang utusan, lalu mendatangi Nabi saw. Kata mereka, 'Kami ini adalah utusan dari Aktsam Shaifi yang hendak menanyakan kepada Anda, siapakah Anda ini, tugas atau jabatan apakah yang Anda pegang, dan apa yang Anda bawa?' Jawabnya, 'Saya ini adalah Muhammad bin Abdullah, dan tugas saya ialah menjadi hamba Allah dan utusan-Nya.' Kemudian dibacakan ayat yang artinya, 'Sesungguhnya Allah menyuruh agar berlaku adil dan berbuat baik...sampai akhir ayat.' (An-Nahl 90). Kedua utusan itu pun kembali kepada Aktsam lalu menceritakan apa yang mereka dengar. Kata Aktsam, 'Manalah kaumku! Ternyata orang ini menyuruh kepada akhlak mulia dan melarang pekerti durjana. Maka hendaklah dalam urusan ini kalian menjadi kepala atau pemuka, dan janganlah menjadi ekor atau sekedar embel-embel belaka.' Kemudian dinaikinya untanya hendak menuju Madinah, tetapi dalam perjalanan itu ajalnya sampai. Maka diturunkanlah di sini, 'Dan barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah...sampai akhir ayat." (Q.S. An-Nisa 100). Hadis ini mursal dan isnadnya lemah. Dan diketengahkan oleh Hatim dalam buku Al-Muammarain dari dua buah jalur dari Ibnu Abbas, bahwa ia ditanyai orang tentang ayat ini, maka jawabnya, "Ia diturunkan tentang Aktsam bin Shaifi." Lalu ditanyakan orang, "Kalau begitu di mana Laitsi?" Jawabnya, "Ini pada saat sebelum Laitsi, dan ia dapat umum dan dapat pula khusus."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.