Tafsir Indonesia Depag Surah Al-Maidah 90
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah [434], adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Dengan ayat ini Allah swt. menjelaskan hukum-hukum-Nya mengenai empat macam perbuatan, yaitu minum khamar, berjudi, mempersembahkan korban kepada patung-patung dan mengundi nasib dengan menggunakan alat-alat yang menyerupai anak panah yang biasa dilakukan oleh bangsa Arab sebelum datangnya agama Islam.
Mengenai pengharaman meminum khamar, para ahli tafsir berpendapat bahwa ayat ini merupakan taraf terakhir dalam menentukan hukum haramnya meminum khamar. Menurut mereka, Alquran mengemukakan hukum meminum khamar itu dalam tiga tahap.
Pertama dengan firman Allah:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
Artinya:
Mereka bertanya kepadamu tentang (meminum) khamar dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia," tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.
(Q.S. Al-Baqarah: 219)
Ayat ini turun pada masa permulaan Islam, di mana iman Kaum Muslimin belumlah begitu kuat untuk dapat meninggalkan apa yang telah menjadi kegemaran dan kebiasaan mereka yang sebenarnya tidak dibolehkan oleh agama Islam. Maka setelah turun ayat ini, sebagian dari kaum Muslimin telah menghentikan meminum khamar karena ayat tersebut telah menyebutkan adanya dosa besar pada perbuatan itu.
Tetapi sebagian lagi masih terus meminum khamar, karena menurut pendapat mereka ayat itu belum melarang mereka dari perbuatan itu, apalagi karena Ia masih menyebutkan bahwa khamar itu mengandung banyak manfaat bagi manusia.
Kedua ialah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat sedang kamu dalam keadaan mabuk.
(Q.S. An Nisa': 43)
Karena ayat ini melarang mereka melakukan salat dalam keadaan mabuk, maka ini berarti bahwa mereka tidak dibolehkan minum khamar sebelum salat, supaya mereka dapat melakukan salat itu di dalam keadaan tidak mabuk. Setelah turun ayat ini, mereka tak dapat lagi meminum khamar sejak sebelum Zuhur, sampai selesainya salat Isyak, karena waktu Zuhur dan Asar adalah bersambungan, dalam masa yang pendek. Demikian pula antara Asar dan Magrib, dan antara Magrib dengan Isyak. Apabila mereka meminum khamar sesudah salat Zuhur, atau Magrib niscaya tak cukup waktu untuk menunggu sembuhnya mereka dari mabuk sehingga dengan demikian mereka tak akan dapat melaksanakan salat dalam keadaan sadar, sedangkan Allah telah melarang mereka melakukan salat dalam keadaan mabuk.
Orang-orang yang hendak meminum khamar juga hanya mendapat kesempatan sesudah salat Isyak dan sesudah salat Subuh. Karena jarak antara Isyak dan Subuh dan antara Subuh dan Zuhur adalah cukup panjang.
Kemudian, setelah iman kaum Muslimin semakin kuat dan telah matang jiwa mereka untuk dapat meninggalkan apa yang tidak diperbolehkan agama, maka turunlah ayat 90 surah Al-Maidah ini yang memberikan ketegasan tentang haramnya meminum khamar, yaitu dengan mengatakan bahwa meminum khamar, dan perbuatan lainnya itu adalah perbuatan kotor, haram dan termasuk perbuatan setan yang tak patut dilakukan oleh manusia yang beriman kepada Allah swt. Dengan turunnya ayat ini, tertutuplah sudah semua kemungkinan bagi orang-orang mukmin untuk meminum khamar.
Demikianlah tahap-tahap yang telah diatur Alquran dalam memberikan hukum haram meminum khamar. Prinsip ini adalah sangat tepat untuk digunakan bila kita ingin mengadakan pemberantasan dan pembasmian apa yang telah berurat, berakar dan mendarah daging dalam masyarakat. Andaikata kita mengadakan tindakan yang drastis, pemberantasan yang mendadak dan sekaligus, maka akan terjadilah kegoncangan dalam masyarakat, dan akan timbullah perlawanan yang keras terhadap peraturan baru yang hendak diterapkan itu. Agama Islam sangat mementingkan pembinaan mental manusia, sehingga tidak menimbulkan kegoncangan-kegoncangan dalam masyarakat.
Adapun judi, amat besar bahayanya bagi perorangan dan masyarakat. Judi dapat merusak pribadi dan moral seseorang, karena seorang penjudi selalu berangan-angan akan mendapat keuntungan besar tanpa bekerja dan berusaha, dan menghabiskan umurnya di meja judi tanpa menghiraukan kesehatannya, keperluan hidupnya dan hidup keluarganya yang menyebabkan runtuhnya sendi-sendi rumah tangga. Judi akan menimbulkan permusuhan antara sesama penjudi dan mungkin pula permusuhan ini dilanjutkan dalam pergaulan sehingga merusak masyarakat. Berapa banyak rumah tangga yang berantakan, harta yang musnah karena judi. Tidak ada seorang yang kaya semata-mata karena berjudi (lihat juga tafsir ayat 219 surat Al-Baqarah).
Bangsa Arab sebelum Islam merupakan masyarakat penyembah berhala. Mereka membuat patung-patung dari kayu dan sebagainya, kemudian mereka sembah dan mereka agung-agungkan. Dan mereka menyembelih hewan-hewan korban untuk dipersembahkan kepada patung-patung tersebut. Sudah barang tentu perbuatan ini adalah perbuatan yang sesat. Yang patut disembah dan diagungkan hanyalah Allah swt. Dan manusia dapat menyembah Allah swt. tanpa perantara apa pun juga. Dan jika ingin berkorban, sembelihlah korban itu, kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada manusia yang dapat memanfaatkannya, jangan kepada patung-patung yang tak akan dapat mengambil manfaat apa pun dari daging korban tersebut. Oleh sebab itu sangat tepatlah bila Agama Islam melarang kaum muslimin mempersembahkan korban-korban kepada patung-patung, kemudian Islam menetapkan bahwa korban itu adalah untuk mengagungkan Allah, dan dagingnya dibagikan kepada sesama manusia.
Mengundi nasib, juga suatu perbuatan yang telah lama dikenal manusia, bahkan sampai sekarang masih dilakukan dan dipercayai oleh sebagian orang. Ada berbagai cara dan alat-alat digunakan untuk keperluan itu. Ada kalanya dengan menggunakan bola ajaib, atau dengan meneliti telapak tangan, atau dengan memperhatikan tanggal dan hari kelahiran, sebagaimana sering dicantumkan dalam majalah hiburan atau pun surat-surat kabar. Dan bangsa Arab di zaman Jahiliah biasa mengundi nasib dengan menggunakan "azlam", yaitu anak panah yang belum memakai bulu. Mereka menggunakannya untuk mengambil keputusan apakah mereka akan melakukan sesuatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah mereka mengambil tiga buah anak panah yang belum memakai bulu tersebut lalu pada anak panah yang pertama mereka tuliskan kata-kata "lakukanlah" sedang pada anak panah yang kedua mereka tuliskan kata-kata "jangan lakukan"; adapun anak panah yang ketiga tidak ditulisi apa-apa. Ketiga anak panah tersebut diletakkan dalam suatu wadah, lalu disimpan di dalam Kakbah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu perbuatan, maka mereka meminta kepada tukang kunci Kakbah untuk mengambil satu di antara ketiga anak panah tersebut. Apakah mereka akan jadi melakukan perbuatan itu atau tidak, tergantung kepada tulisan yang didapati pada anak panah yang diambil itu. Dan jika ternyata bahwa yang diambil itu adalah anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian itu diulang sekali lagi. Demikianlah mereka menggantungkan nasib kepada undian tersebut dan mereka sangat mempercayainya.
Undian-undian dan ramalan-ramalan semacam itu mengandung banyak segi-segi negatifnya.
Apabila si peramal mengatakan bahwa orang yang bersangkutan akan menemui nasib yang jelek, maka hal itu akan menjadikannya senantiasa merasa khawatir, takut dan putus asa, bahkan akan menyebabkannya tidak mau bekerja dan berusaha karena ia percaya kepada ramalan itu. Sebaliknya, bila peramal mengatakan bahwa ia akan menjadi orang yang kaya dan berbahagia, maka hal itu pun dapat menjadikannya malas bekerja dan memandang rendah segala macam usaha, karena ia percaya bahwa tanpa usaha pun ia akan berbahagia atau menjadi kaya.
Orang-orang mukmin dilarang mempercayai ramalan-ramalan itu, baik yang dikatakan langsung oleh tukang-tukang ramal, atau pun yang biasa dituliskan dalam majalah-majalah atau surat-surat kabar. Ramalan-ramalan tersebut dapat merusak iman. Dan orang-orang mukmin harus percaya bahwa Allah swt. sajalah yang dapat menentukan nasib setiap makhluk-Nya. Percaya kepada kada dan kadar Allah swt. adalah salah satu dari rukun-rukun iman.
Pada akhir ayat ini Allah swt. memerintahkan agar orang-orang mukmin menjauhi meminum khamar, berjudi, berkorban untuk patung-patung serta mengundi nasib, semoga dengan menjauhi perbuatan-perbuatan itu mereka akan menjadi orang-orang yang beroleh sukses dan keberuntungan dalam hidup di dunia dan di akhirat.
Asbabun Nuzul Indonesia Depag Surah Al-Maidah 90
Imam Nasai dan Imam Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya ayat pengharaman khamar itu diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang menimpa dua kabilah dari kalangan kaum Ansar yang gemar minum khamar. Pada suatu hari mereka minum-minum khamar hingga mabuk, sewaktu keadaan mabuk mulai menguasai mereka, sebagian di antara mereka mempermainkan sebagian lainnya. Dan tatkala mereka sadar dari mabuk, seseorang di antara mereka melihat bekas-bekasnya pada wajah, kepala dan jenggotnya. Lalu ia mengatakan, 'Hal ini tentu dilakukan oleh si polan saudaraku, mereka adalah bersaudara di dalam hati mereka tidak ada rasa dengki atau permusuhan antara sesamanya.' Selanjutnya lelaki tadi berkata, 'Demi Allah! Andaikata si polan itu menaruh belas kasihan dan sayang kepadaku, niscaya ia tidak akan melakukan hal ini terhadap diriku.' Akhirnya setelah peristiwa itu, rasa dengki mulai merasuk di dalam dada mereka lalu Allah swt. menurunkan ayat ini, 'Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar dan berjudi...'" (Q.S. Al-Maidah 90).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.