Tafsir Surah An Nisaa 127

💬 : 0 comment

Tafsir Indonesia Depag Surah An-Nisaa' 127


وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاء قُلِ اللّهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاء الَّلاتِي لاَ تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَن تَنكِحُوهُنَّ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْوِلْدَانِ وَأَن تَقُومُواْ لِلْيَتَامَى بِالْقِسْطِ وَمَا تَفْعَلُواْ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللّهَ كَانَ بِهِ عَلِيمًا

Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah : "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Qur'an [354] (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa [355] yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka [356] dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.

[354] Lihat ayat 2 dan 3 Surat An Nisaa'
[355] Maksudnya ialah : pusaka dan maskawin.
[356] Menurut adat Arab Jahiliyah seorang wali berkuasa atas wanita yatim yang dalam asuhannya dan berkuasa akan hartanya. Jika wanita yatim itu cantik dikawini dan diambil hartanya. Jika wanita itu buruk rupanya, dihalanginya kawin dengan laki-laki yang lain supaya dia tetap dapat menguasai hartanya. Kebiasaan di atas dilarang melakukannya oleh ayat ini.


Para sahabat meminta fatwa kepada Rasulullah saw, tentang wanita yaitu tentang hak mereka baik yang berhubungan dengan harta, hak mereka sebagai manusia, maupun hak mereka di dalam rumah tangga. Maka Allah SWT, memberi fatwa kepada mereka ten tang wanita-wanita itu dan menjelaskan hukum-hukum yang tersebut dalam ayat-ayat yang telah diturunkan sebelum ini.

Menurut kebiasaan Arab Jahiliah, seorang wali atau wasi berkuasa atas anak yatim yang berada di bawah asuhan dan pemeliharaannya serta berkuasa pula atas hartanya, seakan-akan harta itu telah menjadi miliknya. Jika anak yatim itu cantik, dinikahinya sehingga dengan demikian harta anak yatim itu dapat dikuasainya dan keinginan nafsunya dapat terpenuhi.

Sebaliknya jika anak yatim itu tidak cantik dan ia tidak ingin menikahinya maka dihalang-halanginya nikah dengan laki-laki lain, agar harta anak yatim itu tidak lepas dari tangannya.

Demikian pula halnya orang yang lemah yang mempunyai bahagian harta pusaka yang berada di bawah perwalian seseorang. Menurut adat kebiasaan Arab Jahiliah, hanyalah orang laki-laki yang telah dewasa dan telah sanggup ikut pergi berperang yang berhak mendapat bahagian warisan. Sedang anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang lemah baik laki-laki maupun perempuan tidak berhak walaupun yang meninggal itu adalah ayah kandungnya. Yang berhak atas pusaka itu adalah wali atau walinya. Bahkan jika seorang wanita kematian Suami dan suaminya itu mempunyai seorang anak laki-laki yang telah dewasa maka wanita janda itu termasuk bahagian warisan yang diperoleh oleh putra suaminya. Karena itu janda tersebut dapat dicampuri atau dijadikan istri lagi oleh anak tirinya itu.

Dengan ayat-ayat ini Allah SWT, memperingatkan kaum Muslimin agar menjauhkan diri dari kebiasaan Arab Jahiliah itu. hendaklah selalu berlaku adil terhadap wanita, anak yatim dan orang yang lemah. berikanlah kepada mereka harta dan haknya, seperti hak memilih jodoh selama yang dipilihnya itu sesuai dengan ketentuan agama dan dapat membahagiakan mereka di dunia dan di akhirat dan bergaullah dengan mereka secara balk. balk sebagai seorang istri maupun sebagai anggota masyarakat.

Allah SWT. memerintahkan agar berbuat baik kepada anak yatim. Setiap kebaikan yang dilakukan terhadap mereka, pasti diketahui Allah SWT, dan pasti akan diberikan-Nya balasan dengan pahala yang berlipat ganda. Sebaliknya Allah SWT, mengetahui pula setiap kejahatan yang dilakukan terhadap anak yatim dan Allah akan membalasnya dengan azab yang pedih.

Dari ayat ini dipahami bahwa di samping memberikan harta dan hak kepada anak yatim dan orang yang lemah, hendaklah kaum Muslimin berbuat kebajikan kepada anak yatim. Di samping memberikan kepada mereka hak dan hartanya, berikan pulalah kepada mereka pemberian-pemberian yang lain dan peliharalah mereka dengan baik sebagaimana memelihara anak sendiri.

Asbabun Nuzul Indonesia Depag Surah An-Nisaa' 127


Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah mengenai ayat ini, katanya, "Ia adalah tentang seorang laki-laki yang mempunyai seorang anak yatim perempuan di mana ia menjadi wali dan ahli warisnya dan ia telah berserikat dengan anak yatim itu dalam hartanya sampai kepada buah kurmanya sehingga lelaki itu ingin menikahinya dan tidak ingin mengawinkannya dengan laki-laki lain karena takut akan berserikat pula dalam hartanya hingga ia pun menghalanginya. Lalu turunlah ayat di atas." Diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dari As-Saddiy, bahwa Jabir mempunyai seorang saudara sepupu wanita yang rupanya tidak cantik. Tetapi dia mempunyai harta yang diwarisi dari bapaknya. Jabir tidak senang mengawininya dan tidak pula ingin mengawinkannya dengan orang lain karena takut hartanya akan dihabiskan oleh suaminya. Lalu ditanyakannya hal itu kepada Nabi saw., maka turunlah ayat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.