Tafsir Indonesia Depag Surah An-Nisaa' 24
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاء إِلاَّ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَاء ذَلِكُمْ أَن تَبْتَغُواْ بِأَمْوَالِكُم مُّحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُم بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُم بِهِ مِن بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki [282] (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian [283] (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu ni'mati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu [284]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[282] Maksudnya : budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya. [283] Ialah : selain dari macam-macam wanita yang tersebut dalam ayat 23 dan 24 surat An Nisaa'.
[284] Ialah : menambah, mengurangi atau tidak membayar sama sekali maskawin yang telah ditetapkan.
Kata "Al Muhsanat" di dalam Alquran mempunyai empat pengertian yaitu:
1. Wanita yang bersuami, itulah yang dimaksud dalam ayat ini.
2. Wanita yang merdeka, seperti yang tercantum dalam firman Allah:
ومن لم يستطع منكم طولا أن ينكح المحصنات المؤمنات فمن ما ملكت أيمانكم من فتياتكم المؤمنات
Artinya:
"Dan barang siapa di antara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk menikahi perempuan merdeka, lagi beriman ia boleh menikahi perempuan yang beriman dari hamba-hamba sahaya yang kamu miliki"
(Q.S. An Nisa': 25)
3. Perempuan yang terpelihara akhlaknya, seperti dalam firman Allah:
محصنات غير مسافحات
Artinya:
"wanita-wanita yang memelihara diri bukan pezina"
(Q.S. An Nisa': 25)
4. Wanita-wanita yang Islam seperti dalam firman Allah:
فإذا احصن
Artinya:
"dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin"
(Q.S. An Nisa': 25)
Sebab turunnya ayat ini, ialah sebagai yang diriwayatkan dari Abi Sa'id Al Khudri beliau berkata: "Kami memperoleh tawanan-tawanan perang ketika perang autas sedang tawanan-tawanan perang itu mempunyai suami. Kami segan untuk mencampurinya, lalu kami bertanya kepada Rasulullah saw, maka turunlah ayat ini". (Menurut Mujahid ayat ini diturunkan berhubungan dengan nikah mut'ah)
Dengan demikian dibolehkan seorang muslim mencampuri seorang perempuan tawanan perang yang sudah menjadi budaknya, walaupun ia masih bersuami karena hubungan perkawinannya dengan suaminya yang dahulu sudah putus, sebab dia ditawan tanpa suaminya dan Suaminya di daerah musuh, dengan syarat perempuan itu sudah haid satu kali untuk membuktikan kekosongan rahimnya.
Oleh beberapa ulama disyaratkan bahwa suaminya tidak ikut tertawan bersama dia jika ditawan bersama-sama perempuan itu, maka tidak boleh dinikahi oleh orang lain.
Allah menghalalkan bagi kaum Muslimin, selain yang diharamkan itu, yaitu mencari istri-istri dengan harta mereka, untuk dinikahi dengan maksud menyusun rumah tangga yang bahagia, memelihara keturunan yang baru dan bukan untuk berzina. Maka kepada istri-istri yang telah kamu campuri itu, berikanlah kepada mereka maharnya yang sempurna sebagai suatu kewajiban dengan niat menjaga kehormatan dan sekali-kali tidak berniat untuk membuat perzinaan. Maskawin yang diberikan itu bukanlah semata-mata imbalan dan laki-laki atau kerelaan wanita untuk menjadi istrinya, tetapi juga sebagai tanda cinta dan keikhlasan. Oleh karena itu dalam ayat lain (An Nisa': 4) Allah menyebutkan mahar itu sebagai Suatu pemberian. Dan bila terjadi perbedaan antara jumlah mahar yang dijanjikan dengan yang diberikan, maka tidak mengapa bila pihak istri merelakan sebagian mahar itu. Allah mengetahui apa yang terkandung dalam hati masing-masing tentang niatnya yang baik itu. Maka berikanlah mahar mereka yang telah disepakati itu dengan sukarela. Mahar itu wajib dibayar setelah akad nikah atau setelah bercampur, bahkan menurut mazhab Hanafi wajib dibayar asal mereka berdua telah berkhalwat (mengasingkan diri dalam sebuah tempat yang tertutup).
Sebagian ulama menjadikan ayat ini sebagai dasar untuk menetapkan hukum "nikah mut'ah" yaitu menikahi seorang perempuan dengan batas waktu yang tertentu seperti sehari. seminggu, sebulan atau lebih yang tujuannya untuk bersenang-senang. Pada permulaan Islam diperbolehkan atau diberi kelonggaran oleh Nabi saw melakukannya. Beliau mula-mula memberi kelonggaran kepada sahabat-sahabatnya yang pergi berperang di jalan Allah untuk kawin dengan batas waktu yang tertentu, karena dikhawatirkan mereka jatuh ke dalam perzinaan, sebab telah berpisah sekian lama dengan keluarganya. Kelonggaran itu termasuk:
ارتكاب أخف الضررين
Artinya:
"Memilih yang paling ringan di antara dua kemudaratan" Kemudian "nikah mut'ah" itu diharamkan. berdasarkan hadis-hadis yang sahih yang menjelaskan haramnya nikah mut'ah itu sampai hari kiamat.
Khalifah Umar pun pernah menyinggung soal haramnya mut'ah itu pada suatu pidato beliau di atas mimbar, dan tidak ada seorang sahabatpun yang membantahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.