Tafsir Indonesia Depag Surah An-Nisaa' 23
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ الأَخِ وَبَنَاتُ الأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إَلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan [281]; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[281] Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. Dan yang dimaksud dengan anak perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang lain-lainnya. Sedang yang dimaksud dengan "anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu", menurut jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
Kemudian Allah memerinci lagi perempuan lain yang juga haram dinikahi yang terdiri dari:
1. Dari segi nasab (keturunan):
a. Ibu, termasuk nenek dan seterusnya ke atas,
b Anak, termasuk cucu dan seterusnya ke bawah,
c. Saudara perempuan, baik sekandung, sebapak atau seibu saja,
d. Saudara perempuan dari bapak maupun dari ibu,
e. Kemenakan perempuan baik dari saudara laki-laki atau dari saudara perempuan.
2. Dari segi penyusuan
a. Ibu yang menyusui (ibu susuan).
b. Saudara-saudara wanita sesusuan,
c. Dan selanjutnya wanita-wanita yang haram dikawini karena senasab haram pula di kawini karena susuan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.
يحرم من الرضاع كما يحرم من النسب
Artinya:
Diharamkan karena susuan apa yang diharamkan karena nasab.
(Tafsir Al-Maragi jilid 4 hal. 218)
Dapat ditambahkan di sini masalah berapa kali menyusu yang dapat mengharamkan perkawinan itu ada beberapa pendapat:
1. Ali bin Abi Talib, Ibnu Abbas, Hasab, Az Zuhri, Qatadah. Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa tidak ada ukuran yang tertentu untuk mengharamkan pernikahan. Banyak atau sedikit asal sudah diketahui dengan jelas anak itu menyusu, maka sudah cukup menjadikan ia, anak susuan. Pendapat ini mereka ambil berdasarkan zahir ayat, di mana ayat tidak menyebutkan tentang batasan susuan
2. Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad berpendapat bahwa batasan penyusuan tersebut adalah minimal tiga kali menyusu barulah menjadi anak susuan. ini didasarkan pada suara riwayat yang artinya: "Sekali atau dua kali menyusu tidaklah mengharamkan".
3. Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Zubair. Syafii dan Hambali berpendapat bahwa ukurannya adalah paling sedikit lima kali menyusu. Demikian juga tentang berapakah batas umur si anak yang menyusu itu dalam hal ini para ulama mempunyai pendapat:
1. Umur Si anak tidak boleh lebih dari dua tahun.
Pendapat ini diambil berdasarkan firman Allah SWT:
والوالدات يرضعن أولادهن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الرضاعة
Artinya:
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan" 51) Juga sabda Rasulullah saw yang artinya. "Tidak dianggap sepersusuan kecuali pada umur dua tahun" 52) Pendapat ini dipegang oleh Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Syafii, Ahmad, Abu Tasawuf dan Muhammad.
2. Batasan umur adalah sebelum datang masa menyapih (berhenti menyusu). Jika Si anak sudah disapih walau belum cukup umurnya dua tahun tidak lagi dianggap anak susuan. Sebaliknya walau umurnya telah lebih dari dua tahun tapi belum disapih maka jika ia disusukan tetaplah berlaku hukum sepersusuan. Pendapat ini dipegang oleh Az Zuhri, Hasan, Qatadah dan salah satu dari riwayat Ibnu 'Abbas.
3. Dari segi perkawinan:
a. Ibu dari istri (mertua) dan seterusnya ke atas.
b. Anak dan istri (anak tiri) yang ibunya telah dicampuri, dan Seterusnya ke bawah.
c. Istri anak (menantu) dan seterusnya ke bawah seperti istri cucu.
Perlu dicatat dalam mengharamkan menikahi anak tiri, Allah menyebutkan "yang ada dalam pemeliharaanmu" bukanlah berarti bahwa Yang di luar pemeliharaannya boleh dinikahi. Hal ini disebut hanyalah karena menurut kebiasaan saja yaitu wanita yang kawin lagi sedang ia mempunyai anak yang masih dalam pemeliharannya biasanya suami yang baru itulah yang bertanggung jawab terhadap anak itu dan memeliharanya. Kemudian Allah menambahkan apabila Si ibu belum dicampuri lalu diceraikan maka diperbolehkan menikahi anak tiri tersebut.
4. Diharamkan juga menikahi perempuan karena adanya Suatu sebab dengan pengertian apabila hilang sebab tersebut maka hilang pula keharamannya. Yaitu seperti menghimpun (mempermadukan) dua orang bersaudara. Demikian pula mempermadukan seseorang dengan bibinya.
Yang terakhir ini berdasarkan hadis Rasulullah saw.
Berdasarkan kepada ayat dan hadis ini, Ulama Fikih membuat satu kaidah yaitu, haram mengumpulkan (mempermadukan) antara dua orang perempuan yang mempunyai hubungan kerabat (senasab dan sesusuan), andaikata salah seorang di antaranya laki-laki, maka haram pernikahan antara keduanya, seperti mengumpulkan antara seorang perempuan dengan cucunya.
Dengan demikian boleh mengumpulkan (mempermadukan) antara seorang perempuan dengan anak tiri perempuan itu, karena hubungan antara keduannya, bukan hubungan kerabat atau sesusuan, tetapi hubungan musaharah saja, Hukum ini berlaku sejak diturunkannya ayat. ini dan apa-apa yang telah I diperbuat sebelum turunnya ketentuan ini dapat dimaafkan. Kemudian, Allah menutup ketentuan yang diberikannya ini dengan menerangkan sifat-sifat-Nya yang Maha Pengasih lagi Maha Pemberi ampun.
Ia memberikan ampunan atas perbuatan yang salah yang pernah dikerjakan hamba Nya pada masa-masa dahulu sebelum datangnya syariat Islam, dan juga memberi ampun kepada hamba Nya yang segera bertobat apabila berbuat sesuatu tindakan yang salah.
Ini sumber asbabun nuzulnya merujuk ke kitab apa ??
BalasHapus