Al-A'raf 144

💬 : 0 comment

Tafsir Indonesia Depag Surah Al-A'raf Ayat 144


قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاَتِي وَبِكَلاَمِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُن مِّنَ الشَّاكِرِينَ

Allah berfirman: "Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur."

Selanjutnya Allah swt. menerangkan bahwa Dia telah memilih Musa di antara manusia yang ada di zaman-Nya dengan memberikan karunia yang tidak diberikannya kepada manusia lainnya, yaitu mengangkat Musa sebagai nabi dan rasul, memberinya kesempatan langsung berbicara dengan Allah, sekalipun dibatas oleh suatu yang membatasinya antara Allah dan Musa.

Di dalam Alquran disebutkan cara Allah swt. menyampaikan wahyu kepada para rasulnya sebagaimana firman Allah:

وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ

Artinya:
Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.
(Q.S Asy Syura: 51)

Jadi ada tiga macam menurut ayat ini cara Allah menyampaikan wahyu kepada para rasul yaitu:

1. Dengan mewahyukan kepada rasul yang bersangkutan, yaitu dengan menanamkan suatu pengertian ke dalam hati seseorang yang disampaikan wahyu kepadanya.

2. Berbicara langsung dengan memakai pembatas yang membatasi antara Allah dan hamba yang diajak berbicara.

3. Dengan perantaraan malaikat Jibril a.s.

Mengenai persoalan dapatkah manusia melihat Allah dengan nyata, maka jika dipahami ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Mustahil manusia melihat Allah selama mereka hidup di dunia sebagaimana ditegaskan Allah swt. kepada Nabi Musa a.s.

2. Orang-orang yang beriman dapat melihat Allah swt. di akhirat nanti sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:

أن ناسا قالوا: يا رسول الله هل نرى ربنا يوم القيامة؟ قال: هل تضارون فى رؤية القمر ليلة البدر، قال: لا يا رسول الله، قال: فإنكم ترون كذلك

Artinya:
Sesungguhnya manusia berkata (kepada Rasulullah saw.), "Ya Rasulullah, adakah kita melihat Tuhan kita pada hari kiamat nanti?" Rasulullah menjawab, "Adakah yang menghalangi kalian melihat bulan pada bulan purnama?" Mereka berkata, "Tidak ya Rasulullah." Rasulullah berkata: "Maka sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan seperti melihat bulan purnama itu."
(H.R Bukhari dan Muslim)

3. Semua yang ada wujudnya dapat dilihat. Hanyalah yang tidak ada wujudnya yang tidak dapat dilihat. Tuhan adalah wajibul wujud, karena itu Tuhan dapat dilihat jika ia menghendakinya. Dalam pada itu Tuhan melihat segala yang ada termasuk melihat diri-Nya sendiri. Kalau Tuhan dapat melihat diri-Nya tentu Dia berkuasa pula menjadikan manusia melihat diri-Nya jika Dia menghendaki.

4. Firman Allah:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ(22)إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

Artinya:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri kepada Tuhannyalah mereka melihat.
(Q.S Al Qiyamah: 22-23)

Dari ayat ini dipahami bahwa "melihat Tuhan" pada hari kiamat itu termasuk nikmat yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman. Karena itu mereka selalu mengharap-harapkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.