Al Anfal 67

💬 : 0 comment

Tafsir Indonesia Depag Surah Al-Anfal 67


مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الأَرْضِ تُرِيدُونَ عَرَضَ الدُّنْيَا وَاللّهُ يُرِيدُ الآخِرَةَ وَاللّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Sebab turunnya ayat ini sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Masud adalah sebagai berikut: "Setelah selesai perang Badar dibawalah para tawanan (ke hadapan Rasulullah saw. dan para sahabat), Abu Bakar r.a. berkata: "Hai Rasul, mereka adalah kaum engkau dan famili engkau. Biarkanlah mereka semoga Allah akan memberi mereka taubat." Umar berkata pula: "Hai Rasulullah, mereka telah mendustakan engkau, mengusir dan memerangi engkau. Karena itu bunuhlah mereka dengan memancung mereka." Lalu Abdullah bin Rawahan berkata pula: "Kini engkau berada di lembah yang banyak kayu bakarnya, maka nyalahkanlah api yang besar dan lemparkanlah mereka ke dalamnya." Mendengar ucapan-ucapan ini berkatalah Abbas paman Nabi (yang berada di antara para tawanan itu): "Sampai hatikah engkau hai Muhammad memutuskan tali silaturahmi?" Maka masuklah Rasulullah ke rumahnya tanpa mengatakan sesuatu apa pun. Di antara orang-orang yang hadir ada yang berkata: "Tentu beliau akan melaksanakan usul Abdullah bin Rawahah." Akhirnya Rasulullah keluar dan berkata: "Sesungguhnya Allah melunakkan hati sebagian orang sampai hatinya menjadi cair seperti air susu, dan Dia menjadikan hati sebagian orang keras sehingga lebih keras dari batu. Engkau hai Abu Bakar adalah seperti Nabi Ibrahim a.s. sebagaimana tersebut dalam firman Allah:

فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya:
Maka barang siapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku dan barang siapa yang mendurhakaiku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Ibrahim: 36)

Dan seperti Nabi Isa a.s. seperti yang tersebut dalam firman Allah:

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Artinya:
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Al Ma'idah: 118)

Dan engkau hai Umar seperti Nabi Musa a.s. sebagaimana tersebut dalam firman Allah:

رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الْأَلِيمَ

Artinya:
Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tiada akan beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih. (Q.S Yunus: 88)

Dan seperti Nabi Nuh a.s. sebagaimana tersebut dalam firman Allah:

وَقَالَ نُوحٌ رَبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّارًا

Artinya:
Nuh berkata: Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. (Q.S Nuh: 26)

Selanjutnya Rasulullah saw. berkata kepada para sahabat: "Kamu semua bertanggung jawab atas mereka, tidak seorang pun yang dapat bebas, kecuali dengan tebusan atau potong leher." Lalu Abdullah berkata: "Kecuali Suhail bin bin Baida' ya Rasulullah, aku pernah mendengarnya menyebut Islam." Rasulullah diam saja tanpa jawaban, dan aku diliputi oleh ketakutan yang amat sangat, lebih takut rasanya daripada akan ditimpa batu besar sampai Rasulullah bersabda: "Kecuali Suhail bin Baida." Kemudian turunlah ayat ini.

Mengenai turunnya ayat ini ada lagi sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ia berkata: Tatkala kaum Muslimin menawan beberapa orang (pada perang Badar) Rasulullah berkata kepada Abu Bakar dan Umar: "Bagaimana pendapatmu tentang tawanan ini?" Abu Bakar menjawab: "Hai Rasulullah, mereka ini adalah anak-anak paman kita dan kaum kita. Aku berpendapat terima sajalah tebusan dari mereka, tebusan ini dapat dipergunakan untuk menambah kekuatan kita dalam menghadapi orang-orang kafir, semoga Allah memberi mereka petunjuk." Kemudian Rasulullah bertanya kepada Umar lalu dijawab oleh Umar: "Demi Allah saya tidak sependapat dengan Abu Bakar. Pendapat saya ialah agar engkau memberi kesempatan kepada kami untuk memotong leher mereka. Berilah kesempatan kepada Ali untuk memancung saudaranya Aqil, beri pula kesempatan kepada saya untuk membunuh Si anu (maksudnya kerabatnya), seterusnya berilah kepada Si anu dan Si anu agar masing-masing mereka dapat membunuh kerabatnya. Semua tawanan itu adalah pemimpin-pemimpin dan orang-orang kafir." Tetapi kata Umar, Rasulullah lebih condong kepada pendapat Abu Bakar dan tidak menerima pendapatku. Esoknya aku datang kepada Rasulullah dan aku dapati beliau bersama Abu Bakar sedang duduk menangis. Lalu aku berkata: "Ya Rasulullah, beritahulah aku kenapa engkau dan Abu Bakar menangis? Jika ada suatu sebab yang menyedihkan hatimu aku akan menangis bersamamu berdua, jika tidak aku turut menangis karena kamu berdua menangis." Jawab Rasulullah saw.: "Aku menangis karena usul yang dikemukakan oleh sahabat-sahabatmu supaya aku menerima tebusan dari para tawanan itu. Sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku siksaan yang akan menimpa mereka di dekat pohon ini (karena usul ini)." Dan Allah telah menurunkan ayat ini.

مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الْأَرْضِ

Artinya:
Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. (Q.S Al Anfal: 67)

Ayat ini sebagai teguran terhadap tindakan Rasulullah menerima tebusan dari kaum musyrikin untuk membebaskan orang-orang mereka yang ditawan kaum Muslimin. Beliau condong kepada pendapat kebanyakan para sahabat yang menganjurkan supaya para tawanan itu jangan dibunuh dan sebaiknya diterima saja uang tebusan dari mereka dan hasil tebusan itu dapat dipergunakan untuk kepentingan perjuangan dan persiapan perang bila musuh menyerang kembali. Karena itu Allah menegaskan dalam ayat ini bahwa tidak patut bagi seorang Nabi dalam suatu peperangan menahan para tawanan dan menunggu putusan, apakah mereka akan dibebaskan begitu saja atau dengan menerima tebusan dari keluarga mereka kecuali bila keadaan pengikut-pengikutnya sudah kuat, kedudukannya sudah kokoh dan musuhnya tidak berdaya lagi. Keadaan kaum Muslimin sebelum perang Badar masih lemah dan kekuatan mereka masih terlalu kecil dibanding dengan kekuatan kaum musyrikin. Bila para tawanan itu tidak dibunuh, malah dibebaskan kembali meskipun dengan membayar tebusan, sedang mereka adalah pemuka dan pemimpin kaumnya, tentulah mereka akan untuk berperang lagi, dan mengumpulkan kekuatan yang besar untuk menyerang kaum Muslimin. Hal ini sangat berbahaya bagi kedudukan kaum Muslimin yang masih lemah. Seharusnya mereka tidak ditawan langsung dibunuh di medan peperangan, sehingga dengan tewasnya para pembesar dan pemimpin itu kaum musyrikin akan merasa takut dan tidak berani lagi menyerang kaum Muslimin.

Siasat ini dapat kita temui dalam sejarah peperangan, baik di masa dahulu maupun di masa sekarang. Dalam perang dunia kedua telah dijatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang menelan ratusan ribu korban manusia. Sepintas lalu tampaknya tindakan ini bertentangan dengan perikemanusiaan. Tetapi ternyata setelah pemboman kedua kota itu Jepang merasa takut dan gentar dan menyerah kepada pasukan sekutu. Dengan penyerahan itu berhentilah perang dan berhenti pula pembunuhan manusia.

Ayat ini bukan saja merupakan teguran kepada Nabi Muhammad, tetapi juga merupakan teguran kepada para sahabat dan kebanyakan kaum Muslimin yang menganjurkan supaya para tawanan itu jangan dibunuh, karena mereka itu adalah kaum kerabat dan famili dan mungkin kelak akan menjadi orang yang beriman, apalagi uang tebusan mereka dapat dipergunakan untuk kepentingan mereka sendiri. Dengan anjuran ini mereka telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan siasat perang. Apa pun alasan yang mereka kemukakan, bahwa mereka telah dipengaruhi atau tertarik kepada harta benda duniawi dan dengan tidak disadari mereka telah lupa dan tidak memikirkan lagi akibat dari pelaksanaan anjuran itu. Oleh sebab itu Allah dengan tegas menyatakan bahwa mereka menginginkan harta benda dan kehidupan duniawi, sedang Dia menghendaki supaya mereka mencari pahala untuk di akhirat nanti dengan berjuang di jalan-Nya, meninggikan kalimat-Nya sampai terlaksana kemuliaan dan ketinggian agama-Nya sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:

وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ

Artinya:
Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin. (Q.S Al Munafiqun: 8)

Inilah yang dikehendaki Allah bagi orang-orang yang beriman dan seharusnyalah mereka berjuang dengan harta, dengan segala kemampuan yang ada pada mereka bahkan dengan jiwa untuk mencapainya. Allah senantiasa akan menolong mereka. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Asbabun Nuzul Surah Al-Anfal Ayat 67


Imam Ahmad, Imam Tirmizi dan Imam Hakim telah meriwayatkan sebuah hadis melalui Abdullah bin Masud r.a. yang telah menceritakan, bahwa ketika perang Badar baru saja usai kemudian para tawanan dihadapkan kepada Rasulullah saw., maka Rasulullah saw. bersabda, "Bagaimana menurut pendapat kalian tentang para tawanan ini?" dan seterusnya. Di dalam peristiwa ini turunlah firman-Nya membenarkan pendapat Umar r.a., yaitu firman-Nya, "Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan...." (Q.S. Al-Anfaal 67).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.