Al-A'raf 143

💬 : 0 comment

Tafsir Indonesia Depag Surah Al-A'raf Ayat 143


وَلَمَّا جَاء مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَن تَرَانِي وَلَـكِنِ انظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ موسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu [565], dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".

[565] Para mufassirin ada yang mengartikan yang nampak oleh gunung itu ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang nampak itu hanyalah cahaya Allah. Bagaimanapun juga nampaknya Tuhan itu bukanlah nampak makhluk, hanyalah nampak yang sesuai sifat-sifat Tuhan yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.

Ayat ini menerangkan, manakala Musa a.s. sampai ke tempat dan waktu yang dijanjikan Allah untuk menerima wahyu Allah telah menyampaikan wahyu secara langsung tanpa perantara, maka timbullah pada diri Musa keinginan untuk memperoleh kemuliaan lain di samping kemuliaan berkata-kata langsung dengan Allah swt. yang baru saja dilakukannya. Keinginan itu ialah mendapat kemuliaan melihat Allah dengan jelas, lalu Musa berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah zat Engkau yang suci dan berilah aku kekuatan untuk dapat melihat Engkau dengan jelas, karena aku tidak sanggup melihat dan mengetahui Engkau dengan sempurna." Allah swt. menjawab: "Hai Musa, kamu tidak akan dapat melihat-Ku." Dalam hadis Nabi saw. disebutkan:

عن أبي موسى قال: قال صلى الله عليه وسلم: حجابه نور لو كشفه لحرقت سبحات وجهه ما انتهى بصره من خلقه

Artinya:
Dari Abu Musa, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda, "Hijab (pembatas) Allah ialah nur (cahaya). Sekiranya nur itu disingkapkan niscaya keagungan sinar wajah-Nya akan membakar seluruh makhluk yang sampai pandangan Tuhan kepadanya."
(H.R Muslim)

Selanjutnya Allah swt. berkata kepada Musa: "Melihatlah ke bukit, jika bukit itu tetap kokoh dan kuat seperti sediakala setelah melihat-Ku, tentulah kamu dapat pula melihat-Ku karena kamu dengan itu adalah sama-sama makhluk ciptaan-Ku. Tetapi jika bukit yang kokoh dan kuat itu tidak tahan dan hancur setelah melihat-Ku betapa pula kamu hai Musa dapat melihat-Ku, karena seluruh makhluk yang aku ciptakan tidak mampu dan sanggup untuk melihat-Ku."

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Ketika Musa a.s. memohon kepada Tuhannya: "Perlihatkanlah zat Engkau kepadaku." Allah menjawab: "Kamu sekali-kali tidak akan dapat melihat-Ku." Kemudian Allah menegaskan lagi: "Kamu tidak akan dapat melihat-Ku untuk selama-lamanya hai Musa." Tidak seorang pun yang sanggup melihat-Ku, lalu sesudah itu ia tetap hidup." Akhirnya Allah berkata: "Melihatlah ke bukit yang tinggi lagi besar itu. Jika bukit itu tetap di tempatnya, tidak bergoncang dan hancur, tentulah ia melihat kebesaran-Ku, mudah-mudahan kamu dapat melihatnya pula, sedangkan kamu benar-benar lemah dan rendah. Sesungguhnya gunung itu bergoncang dan hancur bagaimanapun juga kuat dan dahsyatnya, sedang kamu lebih lemah dan rendah."

Ada beberapa pendapat mufassir tentang yang dimaksud dengan ayat: "Tatkala Tuhannya nampak bagi gunung itu." Sebagian mufassir mengatakan bahwa yang tampak bagi gunung itu ialah zat Allah. Bagaimanapun juga pendapat para mufassir, namun tampaknya Allah itu bukanlah seperti tampaknya makhluk. Tampaknya Tuhan adalah tampaknya sesuai dengan sifat-sifat Allah yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia.

Setelah Musa a.s. sadar dari pingsannya dan sadar pula bahwa ia telah meminta kepada Allah swt. sesuatu yang dapat membahayakan dirinya, ia merasa telah berbuat dosa karena itu ia memohon dan berdoa kepada Allah swt., "Maha Suci Engkau ya Tuhanku, aku berdosa karena meminta sesuatu kepada Engkau yang di luar batas kemampuanku menerimanya, karena itu aku bertobat kepada Engkau dan tidak akan mengulangi perbuatan kesalahan seperti yang telah lalu itu, dan aku termasuk orang-orang yang pertama beriman kepada-Mu."

Berkata Mujahid: "Tubtu ilaika" (aku bertaubat kepada Engkau), maksudnya ialah aku bertaubat kepada Engkau karena aku telah memohon kepada Engkau agar dapat melihat zat Engkau. "Wa ana awwalul mu'minin", (aku orang yang pertama-tama beriman) maksudnya ialah aku adalah orang Bani Israil yang pertama-tama beriman kepada Engkau). Sedang dalam suatu riwayat yang lain dari Ibnu Abbas ialah orang yang pertama-tama percaya bahwa tidak seorang pun yang dapat melihat Engkau (di dunia).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.