Tafsir Indonesia Depag Surah Al-A'raf Ayat 146
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِن يَرَوْاْ كُلَّ آيَةٍ لاَّ يُؤْمِنُواْ بِهَا وَإِن يَرَوْاْ سَبِيلَ الرُّشْدِ لاَ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلاً وَإِن يَرَوْاْ سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلاً ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَكَانُواْ عَنْهَا غَافِلِينَ
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku) [569], mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.
[569] Yang dimaksud dengan ayat-ayat di sini ialah: ayat-ayat Taurat, tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah.
Allah swt. menyatakan bahwa Dia akan memalingkan hati orang-orang yang takabur, menyombongkan diri untuk memahami bukti-bukti dan dalil-dalil yang dibawa para rasul terutama yang berhubungan dengan kekuasaan dan kebesaran Allah, dan memalingkan pula hati mereka untuk melaksanakan agama Allah dan mengikuti petunjuk ke jalan yang benar. Hal ini sesuai pula dengan firman Allah:
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Artinya:
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.
(Q.S As Saf: 5)
Takabur menurut bahasa berarti: "menganggap dirinya besar", atau "merasa agung". Yang dimaksud oleh ayat ini ialah menyembunyikan kebenaran adanya Tuhan yang wajib disembah, tidak tunduk dan patuh kepada-Nya. Perangai dan sifat seorang yang takabur itu memandang enteng orang lain, seakan-akan dia sajalah yang pandai, yang berkuasa, yang menentukan terjadinya segala sesuatu dan sebagainya. Karena itu dalam tindak-tanduknya ia mudah melakukan perbuatan yang melampaui batas, berbuat sewenang-wenang dan suka berbuat kerusakan.
Dalam ayat ini sifat takabur itu digandengkan dengan perkataan "bighairil haq" tanpa alasan yang benar. Hal ini menunjukkan sikap dan tindakan orang yang takabur itu dilakukan tanpa menimbang akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Tindakan itu semata-mata dilakukan untuk memuaskan hawa-nafsu sendiri sekalipun merugikan orang lain.
Takabur adalah semacam penyakit jiwa yang diakibatkan oleh kesalahan dalam menilai dan menerima sesuatu. Kadang-kadang keberhasilan seseorang yang terus-menerus dalam usahanya dapat juga menimbulkan sifat takabur sehingga timbul keyakinan yang berlebih-lebihan pada dirinya sendiri, bahwa apa saja yang dicita-citakannya dan direncanakannya pasti tercapai dan berhasil. Merasa yakin akan kemampuan diri sendiri ini akhirnya menimbulkan pendapat dan keyakinan bahwa dirinya tidak tergantung kepada siapa pun maupun kepada Allah sendiri.
Dalam ayat ini diterangkan sifat-sifat dan keadaan orang yang takabur itu, yaitu:
1. Jika mereka melihat bukti-bukti kekuasaan dan kebesaran Allah swt., atau membaca ayat-ayat Allah, mereka tidak mau mengikutinya dan mengambil iktibar serta pelajaran daripadanya. Mereka tidak mau mengimaninya. Dalil-dalil, bukti-bukti kekuasaan dan keesaan Allah serta ayat-ayat Alquran yang mengandung kebenaran mereka tolak dan tidak mau mempercayai. Dalil-dalil dan bukti-bukti itu tidak berfaedah bagi orang yang ragu-ragu dan tidak mengingini kebenaran, karena ia merasa bahwa kebenaran itu sendiri akan membatasi dan menghalangi mereka dari perbuatan sewenang-wenang, sehingga cita-cita dan keinginan mereka tidak terkabul. Ayat ini merupakan isyarat bagi Nabi Muhammad saw., bahwa orang-orang musyrik dan kafir yang memperolok-olokkannya serta mendustakan Alquran dan mengadakan kekacauan dengan mencari-cari kesalahan dan kelemahan-kelemahan ayat-ayat Alquran dan memutar balikkan isinya dan kebenaran Alquran itu sendiri. Seandainya Nabi Muhammad mau mengikuti tuntutan mereka yang merupakan syarat beriman mereka kepada beliau, mereka sedikit pun tidak akan beriman sekalipun tuntutan mereka telah dipenuhi.
2. Jika melihat petunjuk dan jalan yang benar, mereka tidak mau mengikutinya, bahkan mereka menghindar dan menjauh daripadanya padahal jalan itulah yang paling baik dan satu-satunya jalan yang dapat membawa mereka ke tempat yang penuh kebahagiaan.
3. Jika melihat jalan yang menuju kepada kesengsaraan, mereka mengikutinya karena jalan itu telah dijadikan setan dalam pikirannya sebagai yang paling baik dan indah. Mereka merasa dengan menempuh jalan itu segala keinginan dan hawa-nafsu mereka pasti akan terpenuhi. Menurut keyakinan mereka itulah surga yang dicita-citakan.
Pada akhir ayat ini diterangkan apa sebab hati mereka dipalingkan Allah, sehingga mereka tidak mau mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah, yaitu lantaran mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan tidak mengacuhkan ayat-ayat ini.
Telah menjadi hukum Allah, bahwa sering mengerjakan sesuatu pekerjaan menyebabkan pekerjaan itu semakin mudah dikerjakan bahkan akhirnya antara pekerjaan dengan orang-orang yang mengerjakannya menjadi satu, seakan-akan tidak dapat dipisahkan lagi. Demikian pula halnya antara perbuatan jahat dengan orang yang selalu mengerjakannya, tidak ada perbedaannya sehingga akhirnya antara orang itu dengan perbuatan yang jahat yang dikerjakannya telah menjadi satu dan telah bersenyawa dengannya.
Karena itu pada hakikatnya bukanlah Allah swt. yang memalingkan dan mengunci hati seseorang yang sesat itu, tetapi yang memalingkan dan mengunci hati itulah orang-orang yang sesat itu sendiri. Sesungguhnya Allah swt. tidaklah menciptakan manusia sejak lahir menjadi orang yang beriman atau menjadi orang yang kafir dan Dia tidak pula memaksa hambanya menjadi kafir atau menjadi beriman akan tetapi seseorang menjadi beriman dengan mengikuti kafir itu adalah atas usahanya sendiri. Mereka sendirilah yang memilih dan berusaha menjadi orang yang beriman dengan mengikuti petunjuk dan ajaran agama dengan melaksanakan perintah Allah dan menghentikan larangan-Nya. Ia selalu memperhatikan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah sehingga iman mereka bertambah lama bertambah kuat. Sebaliknya manusia itu sendirilah yang berusaha dan memilih jalan yang sesat atau menjadi orang yang kafir dengan mendustakan ayat-ayat Allah, dan tidak mau menempuh jalan yang menuju kepada kebahagiaan yang abadi, meremehkan dan tidak mengacuhkan ayat-ayat Allah, agar mereka dapat memuaskan keinginan dan hawa nafsu. Oleh karena perbuatan dosa itu selalu mereka kerjakan, maka perbuatan itu telah bersatu dengan dirinya sehingga kebenaran apa pun yang datang selalu ditolak oleh perbuatan jahat yang telah bersatu dengan dirinya itu, seolah-olah hati mereka telah terkunci mati, telah berpaling dari menerima kebenaran. Contoh ini disebutkan dalam firman Allah swt.:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Artinya:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
(Q.S Al A'raf: 179)
Orang-orang yang seperti diterangkan ayat di atas banyak terdapat dalam masyarakat pada masa kini. Mereka adalah orang yang sangat terpengaruh oleh mata benda kehidupan duniawi, seperti pangkat, kekuasaan, harta, kesenangan dan sebagainya, mereka selalu memperturutkan hawa nafsunya. Telah lupa dan sengaja melupakan ajaran-ajaran agama, baik yang berhubungan dengan pelaksanaan perintah-perintah Allah serta tidak mengindahkan larangan-larangan-Nya. Jika disampaikan kepada mereka ajaran Allah, maka mereka melalaikannya sekedar mencari simpati, sehingga dengan demikian nafsu dan keinginan mereka lebih mudah terpenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.