Al Baqarah 284

💬 : 0 comment

Tafsir Indonesia DEPAG Surah Al-Baqarah 284

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS. 2:284)

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dari ayat ini dapat diambil pengertian tentang kesempurnaan keesaan Allah swt. dalam hal:

  1. Esa dalam kekuasan-Nya.
  2. Esa dalam mengetahui segala yang terjadi di alam ini.

Allah swt. Esa dalam memiliki seluruh makhluk, maksudnya ialah hanya Allah swt. sajalah yang menciptakan, menumbuhkan, mengembangkan dan memiliki seluruh alam ini, tidak ada sesuatu pun yang berserikat dengan Dia.

Allah swt. Esa dalam mengetahui segala sesuatu di alam ini maksudnya ialah Allah swt. mengetahui yang besar dan yang kecil, yang tampak dan yang tidak tampak oleh manusia. Segala yang terjadi, yang wujud di alam ini, maka wujudnya itu tidak lepas dari pengetahuan Allah, tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan-Nya.

Allah swt. Esa dalam kekuasaan-Nya, maksudnya ialah apa yang terjadi di alam ini adalah atas kehendak Allah, tidak ada sesuatu pun yang dapat merubah kehendak-Nya. Apabila Dia menghendaki adanya sesuatu, maka adalah dia, sebaliknya apabila Dia menghendaki lenyapnya sesuatu, lenyaplah ia. Hanya Dialah yang dapat mengetahui perbuatan hamba-Nya, serta mengampuni atau mengazabnya dan keputusan yang adil hanyalah di tangan-Nya saja.

Yang ada di dalam hati manusia itu ada dua macam:

Pertama: Sesuatu yang ada di dalam hati yang datang dengan sendirinya tergerak tanpa ada yang menggerakkannya, terlintas di dalam hati dengan sendirinya. Gerak yang demikian tidak berdasarkan iradah (kehendak) dan ikhtiar (pilihan) manusia, hanya timbul saja dalam hatinya. Hal yang seperti ini tidak dihukum dan dihisabi Allah swt., kecuali bila diikuti dengan iradah, niat dan ikhtiar.

Kedua: Sesuatu yang ada di dalam hati yang timbul dengan usaha, pikiran, hasil renungan dan sebagainya. Gerak yang seperti ini berubah menjadi cita-cita keinginan yang kuat, sehingga timbullah iradah, niat dan ikhtiar untuk melaksanakannya. Gerak hati yang seperti inilah yang dihisab dan dijadikan dasar dalam menentukan balasan pekerjaan manusia.

Oleh sebab itu Allah swt. memerintahkan agar manusia selalu mengawasi, meneliti dan merasakan apa yang ada di dalam hatiya. Bila yang ada itu sesuai dengan perintah Allah dan tidak berlawanan dengan larangan-larangan-Nya, maka peliharalah dan hidup suburkanlah dia sehingga mewujudkan amal yang baik. Sebaliknya bila yang ada di dalam hati itu bertentangan dengan perintah-perintah Allah atau memungkinkan seseorang mengerjakan larangan-Nya, hapuskan segera dan enyahkanlah yang demikian itu, sehingga tidak sampai mewujudkan perbuatan dosa. Hendaklah manusia waspada terhadap kemungkinan-kemungkinan masuknya sesuatu yang tidak baik di dalam hatinya, sehingga mewujudkan perbuatan dosa.

Sebagai contoh ialah rasa dengki, pada mulanya tumbuh karena rasa tidak senang kepada seseorang. Perasaan itu bertambah setiap ada peristiwa yang menyuburkannya. Kemudian timbullah marah, dendam, ingin membalas dan sebagainya. Jika telah demikian perasaannya, sukarlah untuk menghilangkannya dengan segera. Bahkan dikhawatirkan dapat melahirkan perbuatan dosa. Tetapi bila dipadamkan perasaan itu pada saat ia mulai tumbuh, maka rasa dengki itu tidak akan timbul, dan kalau pun timbul dapat dihilangkan dengan mudah.

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata: "Tatkala Allah swt. menurunkan ayat 284 ini kepada Rasulullah saw., maka sahabat merasa bebannya bertambah berat, lalu mereka datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata: "Kami telah dibebani dengan pekerjaan-pekerjaan yang sanggup kami mengerjakannya, yaitu salat, puasa, jihad, sedekah, dan kini telah turun pula ayat ini yang kami tidak sanggup melaksanakannya. Maka Rasulullah saw. bersabda: "Apakah kamu hendak mengatakan seperti perkataan ahli kitab sebelum kamu, mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami durhaka." Katakanlah: "Kami dengar dan kami taat, kami memohon ampunan-Mu, ya Tuhan kami, dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. Maka tatkala Rasulullah saw. membacakan ayat ini kepada mereka, lidah mereka mengikutinya. Lalu Allah swt. menurunkan ayat berikutnya, yaitu ayat 285 Al-Baqarah. Berkata Abu Hurairah: "Tatkala para sahabat telah mengerjakan yang demikian Allah swt. menghilangkan kekhawatiran mereka terhadap ayat itu dan Dia menurunkan ayat berikutnya. Allah swt. berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Artinya:
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Q.S Al Baqarah: 286)

Hadis di atas melukiskan kekhawatiran para sahabat yang sangat takut kepada azab Allah. Para sahabat dahulunya adalah orang-orang yang hidup, dididik dan dibesarkan di dalam lingkungan kehidupan Arab Jahiliyah. Pikiran, hati, kepercayaan dan adat istiadat Jahiliyah telah sangat berpengaruh di dalam diri mereka. Bahkan di antara mereka adalah pemuka dan pemimpin orang-orang Arab Jahiliyah. Setelah Nabi Muhammad saw. diutus, mereka mengikuti seruan Nabi dan masuk agama Islam dengan sepenuh hati. Walaupun demikian bekas-bekas pengaruh kepercayaan dan kebudayaan Arab Jahiliyah masih ada di dalam jiwa mereka. Hal ini hilang dan hapus secara berangsur-angsur, setiap turun ayat-ayat Alquran dan setiap menjelaskan risalah yang dibawanya kepada mereka. Dalam pada itu mereka sendiri selalu berusaha agar bekas dari pengaruh-pengaruh yang tidak baik itu segera hilang dari diri mereka. Tatkala turun ayat ini mereka merasa khawatir, kalau-kalau Allah swt. tidak mengampuni dosa-dosa mereka, sebagai akibat dari bekas-bekas kepercayaan dan kebudayaan Arab Jahiliyah yang masih ada pada hati dan jiwa mereka, walaupun mereka telah berusaha sekuat tenaga menghilangkannya. Karena kecemasan dan kekhawatiran itulah mereka segera bertanya kepada Rasulullah saw.

Rasa kekhawatiran akan diazab Allah swt. itu tergambar pada pertanyaan Umar bin Khattab kepada Huzaifah. Beliau pernah bertanya kepada Huzaifah: "Adakah engkau (Huzaifah) dapati dari diriku salah satu dari tanda-tanda munafik?" Maka untuk menghilangkan kekhawatiran itu dan menenteramkan hati mereka maka turunlah ayat:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Artinya:
Allah tidak membebani seseorang melainkan dengan kesanggupannya....(Q.S Al Baqarah: 286)

Dengan turunnya ayat ini, hati para sahabat merasa tenang dan tenteram, karena mereka telah yakin bahwa segala larangan dan perintah Allah swt. itu adalah sesuai dengan batas kemampuan manusia. Tidak ada perintah-perintah dan larangan-larangan Allah yang tidak sanggup manusia melakukan atau menghentikannya. Hanya orang-orang yang ingkar kepada Allah sajalah yang merasa berat menghentikan larangan-larangan-Nya. Dan mereka telah yakin pula bahwa pekerjaan buruk yang terlintas di dalam pikiran mereka dan mereka benci pula kepada pekerjaan itu, telah mereka usahakan menghilangkannya, karena itu mereka tidak akan dihukum.

Allah swt. berfirman:

لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا كَسَبَتْ قُلُوبُكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ

Artinya:
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. (Q.S Al Baqarah: 225)

Selanjutnya Allah swt. menerangkan bahwa Dia menghisab (menghitung) apa yang ada di dalam hati manusia, baik yang disembunyikan atau yang dinyatakan dan dengan perhitungan-Nya itu, Dia membalas perbuatan manusia dengan adil karena perhitungan dan pembalasan itu dilandasi dengan sifat Allah Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya.

Kemudian Allah swt. menegaskan bahwa dengan karunia-Nya Dia mengampuni hamba-Nya dan mengazabnya dengan adil serta memberi pahala yang berlipat ganda kepada orang yang mengerjakan amal saleh.

Akhirnya Allah swt. menyatakan bahwa Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dari ayat ini dipahami bahwa karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, maka mintalah pertolongan kepada-Nya agar dapat melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menghentikan larangan-Nya, mohonkan taufik dan hidayah-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.