Tafsir Indonesia Depag Surah Al-A'raf Ayat 142
وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلاَثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً وَقَالَ مُوسَى لأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلاَ تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ
Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah [564], dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan".
[564] Maksudnya: perbaikilah dirimu dan kaummu serta hal ihwal mereka.
Ayat ini menerangkan peristiwa turunnya Kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s. Allah swt. telah menetapkan janji-Nya kepada Nabi Musa a.s. bahwa Dia akan menurunkan wahyu kepada Nabi Musa yang berisikan pokok-pokok agama dan pokok-pokok hukum yang akan menjadi pedoman bagi Bani Israil dalam usaha mereka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Waktu penurunan wahyu yang dijanjikan itu selama tiga puluh malam di gunung Sinai, kemudian ditambahnya sepuluh malam lagi sehingga menjadi empat puluh malam.
Mengenai turunnya Kitab Taurat kepada Nabi Musa diriwayatkan oleh Ibnu Munzir dan Ibnu Abu Hatim dari Ibnu Abbas waktu menafsirkan ayat ini, bahwa Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Tuhanku (Allah) menjanjikan kepadaku tiga puluh malam. Aku akan menemui-Nya dan aku jadikan Harun untuk mengurusimu. Maka setelah Musa a.s. sampai ke tempat yang dijanjikan, yaitu pada bulan Zulqaidah dan sepuluh malam bulan Zulhijah, lalu Musa a.s. menetap dan menunggu di atas bukit Sinai selama empat puluh malam, dan Allah swt. menurunkan kepadanya Taurat dalam bentuk kepingan-kepingan bertulis, maka Allah mendekatkan Musa kepada-Nya untuk diajak bicara. Maka sesudah itu berbicaralah Allah, dan Musa pun mendengar bunyi getaran pena.
Dari kedua riwayat ini dapat diambil kesimpulan, bahwa Musa a.s. pergi ke bukit Sinai hanya sendiri tak ada yang menemani, dalam arti kata ia memisahkan diri dari kaumnya Bani Israil. Sepeninggal Musa a.s., Bani Israil terpengaruh oleh ajakan Samiri, sehingga mereka ikut menyembah patung anak sapi.
Menurut sumber agama Islam tidak ada ayat-ayat Alquran atau hadis-hadis Nabi saw. yang sahih menerangkan Nabi Musa a.s. berpuasa selama empat puluh hari itu kecuali oleh hadis yang dianggap sebagai hadis daif (lemah) oleh kebanyakan ulama. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ad-Dailami dari Ibnu Abbas.
Oleh sebagian ahli sufi hadis Ad-Dailami yang daif itu dijadikan mereka sebagai pegangan dalam menetapkan hari-hari semadi mereka, yaitu empat puluh hari, dan selama empat puluh hari itu mereka berpuasa.
Sebelum Musa a.s. berangkat ke tempat yang telah ditentukan Allah untuk menerima Taurat, ia menyerahkan pimpinan kaumnya kepada saudaranya Harun a.s. dan menyatakan Harun sebagai wakilnya, mengurus kepentingan-kepentingan Bani Israil selama ia berpergian, mengusahakan perbaikan di kalangan mereka, menyempurnakan usaha-usaha dan pekerjaan dewan musyawarah. Musa memperingatkan agar Harun jangan mengikuti kemauan-kemauan dan pendapat-pendapat orang-orang yang sesat dan suka berbuat kerusakan.
Harun adalah saudara tua Musa a.s. dan diangkat pula oleh Allah sebagai rasul dan nabi. Pada ayat yang lain disebutkan bahwa Musa sebelum menghadapi Firaun berdoa kepada Allah agar Harun diangkat sebagai wazirnya, karena lidahnya lebih petah dibanding dengan lidah Musa.
Allah berfirman:
وَاجْعَلْ لِي وَزِيرًا مِنْ أَهْلِي(29)هَارُونَ أَخِي(30)اشْدُدْ بِهِ أَزْرِي(31)وَأَشْرِكْهُ فِي أَمْرِي
Artinya:
Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku.
(Q.S Taha: 29,30,31 dan 32)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.