Tafsir Surah Al An'am 68

💬 : 0 comment

Tafsir Indonesia Depag Surah Al An'am 68


وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلاَ تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).

Ayat ini memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw. jika ia duduk bersama-sama orang-orang kafir dan mereka memperolok-olokkan ayat-ayat dan agama Allah, hendaklah segera meninggalkan mereka kecuali jika mereka mengalihkan pembicaraan mereka kepada masalah yang lain. Tindakan yang demikian gunanya ialah agar orang-orang kafir itu sadar bahwa tindakan mereka yang demikian itu tidak disukai Allah dan kaum muslimin atau jika Nabi tetap duduk bersama mereka, berarti Nabi seakan-akan menyetujui tindakan mereka itu.

Dalam ayat ini yang diperintahkan meninggalkan orang-orang kafir itu ialah Nabi Muhammad saw dan sahabat-sahabat pengikutnya tetapi termasuk juga di dalamnya seluruh kaum muslimin pada setiap masa.

Yang diperintahkan ayat ini ialah meninggalkan orang-orang yang sedang memperolok-olokkan ayat-ayat Alquran. Tetapi termasuk juga di dalamnya segala macam tindakan yang tujuannya memperolok-olokkan agama Allah, menafsirkan dan menakwilkan ayat-ayat Alquran semata-mata mengikuti keinginan dan hawa nafsu saja.

Diriwayatkan dari Said bin Jubair, Ibnu Juraij, Qatadah, Muqatil, As Suddy dan Mujahid bahwa ayat ini diturunkan berhubungan dengan tindakan orang orang musyrik yang mendustakan serta memperolok-olok Alquran dan Nabi Muhammad saw. Berkata Ibnu Juraij, "Adalah orang-orang musyrik Arab, mereka datang dan duduk bersama Nabi, mereka ingin mendengarkan sesuatu dari padanya, setelah mereka mendengar ayat-ayat Alquran dari Nabi, mereka mendustakan dan memperolok-olokkannya. Maka turunlah ayat ini.

Menurut riwayat Ibnu `Abbas, Abu Jakfar dan Ibnu Sirin, bahwa ayat-ayat ini diturunkan berhubungan dengan tindakan orang-orang yang suka mengadakan bidah dan mengikuti hawa nafsunya di antara kaum Muslimin, serta orang orang yang suka mentakwilkan ayat semata-mata untuk mengalahkan lawan mereka dalam berdebat.

Jika ayat-ayat ini dihubungkan dengan ayat-ayat yang memerintahkan agar memerangi orang-orang yang menentang agama Islam, seakan-akan kedua ayat ayat ini berlawanan. Ayat ini seakan-akan menyuruh kaum Muslimin tetap bersabar walau apa tindakan orang-orang kafir terhadap mereka. Sedang ayat-ayat yang memerintahkan berperang nadanya agak keras dan memerintahkan agar membunuh orang-orang kafir di mana saja mereka ditemui.

Jawabannya ialah bahwa ayat-ayat ini diturunkan pada masa Nabi Muhammad saw. masih berada di Mekah, di saat kaum Muslimin masih lemah yang pada waktu itu tugas pokok Nabi ialah menyampaikan ajaran tauhid. Dalam pada itu, pada masa ini belum ada perintah berperang dan memang belum ada hikmah diperintahkan berperang pada masa ini. Setelah Nabi di Madinah dan keadaan kaum Muslimin telah kuat, serta telah ada perintah berperang, maka sikap membiarkan tindakan orang-orang yang memperolok-olokkan agama Allah adalah sikap yang tercela, bahkan diperintahkan agar kaum Muslimin mengambil tindakan terhadap mereka itu.

Kemudian Allah swt. memperingatkan Nabi Muhammad saw. bahwa jika ia dilupakan setan tentang larangan Allah duduk bersama-sama orang yang memperolok-olokkan agama itu, kemudian ingat maka segeralah berdiri meninggalkan mereka, janganlah duduk lagi bersama-sama mereka.

Yang dimaksud dengan "Nabi lupa", di sini ialah lupa terhadap hal-hal yang biasa sebagaimana manusia biasa juga lupa. Tetapi Nabi tidak pernah lupa terhadap hal-hal yang diperintahkan Allah menyampaikannya.

Sepakat para ahli tafsir bahwa Nabi Muhammad saw. pernah lupa tetapi bukan karena gangguan setan, sebagaimana firman Allah swt:

وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ

Artinya:
...Dan ingatlah kepada Tuhanmu, jika kamu lupa...
(Q.S Al Kahfi: 24)

Nabi Adam a.s, pernah lupa, sebagaimana firman Allah:

فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا

Artinya:
...Maka ia (Adam) lupa (akan perintah itu) dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.
(Q.S Taha: 115)

Nabi Musa pun pernah lupa, firman Allah swt:

قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا

Artinya:
Musa berkata, "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".
(Q.S Al Kahfi: 73)

Nabi Muhammad saw. pernah lupa di waktu beliau salat, lalu beliau bersabda:

إنما أنا بشر مثلكم أنسى كما تنسون فإذا نسيت فذكروني

Artinya:
Aku tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kamu, aku lupa sebagaimana kamu lupa, karena itu apabila aku lupa, maka ingatkanlah aku.
(HR Bukhari dan Muslim dari Abdullah)

Dalam pada itu Allah swt. menegaskan bahwa setan hanyalah dapat mempengaruhi orang-orang yang lemah imannya, sedang orang yang kuat imannya, setan tidak sanggup mempengaruhinya, termasuk melupakannya.

Allah swt berfirman:

إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ(99)إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ(100)

Artinya:
Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambil dia jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.
(Q.S An Nahl: 99-100)

Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa setan tidak sanggup menjadikan hamba yang beriman lupa terhadap sesuatu, apa lagi menjadikan Nabi lupa terhadap sesuatu karena ia tidak dapat menguasai hamba Allah yang beriman. Dalam ayat ini disebut setan melupakan Nabi saw. hanyalah merupakan kebiasaan-kebiasaan dalam bahasa bahwa segala macam perbuatan yang tidak baik adalah disebabkan perbuatan setan, sekalipun yang melakukannya bukan setan. Seandainya seorang hamba yang mukmin kuat imannya lupa, maka lupanya itu hanyalah karena pengaruh hati dan jiwanya bukan karena pengaruh atau gangguan setan.

Sebagian ulama menetapkan hukum berdasarkan ayat ini, sebagai berikut:

1. Wajib menjauhkan diri dari orang-orang yang sedang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah, atau orang-orang yang mentakwilkan ayat-ayat Allah semata-mata mengikuti keinginan hawa nafsunya, seandainya tidak sanggup menegur mereka agar menghentikan perbuatan itu.

2. Boleh duduk bersama-sama membicarakan sesuatu yang bermanfaat dengan orang-orang kafir, selama mereka tidak memperolok-olokan agama Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.