Tafsir Surah Al Baqarah 124

💬 : 0 comment

Tafsir Indonesia Depag Surah Al Baqarah 124


Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: `Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia`. Ibrahim berkata: ` (Dan saya mohon juga) dari keturunanku`. Allah berfirman: `Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim`.(QS. 2:124)

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

Ibrahim a.s. diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat dengan menugaskan atau membebaninya dengan perintah-perintah dan larangan-larangan, seperti membangun Kakbah, membersihkan Kakbah dari segala macam kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismali a.s., menghadapi raja Namruz dan sebagainya.

Menurut Mahmud Zahram: Ibrahim a.s. telah diberi oleh Allah swt. bermacam-macam pengalaman, ujian-ujian dan cobaan ialah diperintahkan Allah menyembelih anaknya, perjalanan pulang pergi antara Syina dan Hijaz untuk melihat anak-anak dan istri-istrinya yang berada di kedua tempat itu, dan sebagainya.

Allah tidak menerangkan macam-macam kalimat yang telah ditugaskan dan dibebankan kepada Ibrahim a.s. Hal ini memberi petunjuk bahwa tugas dan beban yang telah diberikan Allah itu adalah besar, berat dan banyak. Sekalipun demikian Ibrahim a.s. telah melaksanakan tugas dan beban itu dengan sebaik-baiknya yang membawa ke tempat kedudukan yang sempurna.

Firman Allah swt.:

وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى

Artinya:
Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (Q.S An Najm: 37)

Perkataan: "Sesungguhnya Aku akan menjadikan kamu imam bagi seluruh manusia" tidak ada hubungannya dengan kalimat yang sebenarnya karena tidak ada terdapat kata penghubung (`athaf) pada permulaan kalimat tersebut.

Menurut Muhammad Abduh kalimat tersebut adalah kalimat yang berdiri sendiri tidak ada hubungannya dengan kalimat yang sebelumnya . Maksudnya ialah bahwa pangkat imam (nabi dan rasul) adalah semata-mata pangkat yang dianugerahkan oleh Allah swt. dan hanya Dia sendiri yang menetapkan kepada siapa pangkat itu akan diberikan-Nya. Tidak semua manusia dapat mencapai sekalipun ia telah melaksanakan segala perintah-perintah Allah dan menghentikan segala larangan-larangan-Nya.

Dengan perkataan lain bahwa pangkat imam yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Ibrahim a.s. itu ditetapkan atas kehendak-Nya bukan ditetapkan karena Nabi Ibrahim a.s. telah menyelesaikan dan menyempurnakan tugas yang diberikan kepadanya, agar ia menyadari bahwa pangkat yang telah diberikan Allah itu sesuai baginya dan agar ia merasa dirinya mampu melaksanakan tugas dan memikul beban yang telah diberikan.

Setelah dianugerahi pangkat "imam" itu Nabi Ibrahim a.s. berdoa kepada Allah swt. agar pangkat "imam" dianugerahkan pula kepada keturunannya di kemudian hari.

Doa Nabi Ibrahim ini doa yang sesuai dengan sunatullah. Menurut sunnatullah anak dan keturunan sambungan hidup bagi seseorang. Sesuatu cita-cita yang tidak sanggup dicapai semasa hidup di dunia diharapkan agar anak dan keturunan dapat menyampaikannya.

Tugas imam merupakan tugas yang suci dan mulia karena pemberian tugas itu bertujuan hendak mencapai cita-cita yang suci dan mulia pula. Ibrahim a.s. merasa dirinya tidak sanggup mencapai semua cita-citanya yang terkandung di dalam tugasnya itu selama hidup di dunia. Karena itu ia berdoa kepada Allah swt. agar anak cucunya dianugerahi pula pangkat imam itu, sehingga cita-cita yang belum dapat dicapai semasa hidupnya dapat dilanjutkan dan dicapai oleh anak cucu dan keturunannya.

Dari ayat di atas dapat dipahami pula bahwa cara Nabi Ibrahim berdoa sesuai dengan sunnah Allah itu yaitu cara berdoa yang benar, karena itu doa Ibrahim a.s. itu termasuk doa yang dikabulkan Allah swt.

Doa Ibrahim a.s. itu dikabulkan Allah, terbukti di kemudian hari bahwa semua rasul-rasul yang diutus Allah sesudah beliau adalah berasal dari keturunan beliau.

Dari firman Allah: "Janji-Ku (itu) tidak mengenai orang-orang yang zalim" dapat dipahami bahwa di antara keturunan Nabi Ibrahim itu ada orang-orang zalim.

Pada ayat yang lain Allah menerangkan bahwa keturunan Ibrahim itu ada yang zalim dan ada yang berbuat baik.

Allah berfirman:

وَبَارَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَى إِسْحَاقَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِنَفْسِهِ مُبِينٌ

Artinya:
Kami limpahkan keberkatan atasnya (Ibrahim) dan atas Ishak. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata. (Q.S As Saffat: 113)

Allah berfirman:

وَجَعَلَهَا كَلِمَةً بَاقِيَةً فِي عَقِبِهِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya:
Dan (Ibrahim) menjadikan rahmat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu. (Q.S Az Zukhruf: 28)

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Ibrahim menjadikan kalimat tauhid sebagai pegangan bagi keturunannya sehingga kalau terdapat di antara mereka yang mempersekutukan Allah agar mereka kembali kepada kalimat tauhid.

"Zalim" (aniaya) itu bermacam-macam. Zalim terhadap diri sendiri ialah tidak melaksanakan perintah-perintah Allah dan tidak menghentikan larangan-larangan-Nya sehingga mendapat kemurkaan dan azab Allah yang membawa bencana kepada diri sendiri. Zalim terhadap makhluk-makhluk Allah, seperti berbuat kerusakan di muka bumi, memutuskan silaturahim, zalim terhadap manusia dan sebagainya.

Dari perkataan "zalim" dapat dipahami bahwa bagi seorang imam tidak boleh ada sifat zalim. Mustahil pangkat itu diberikan kepada orang yang kotor jiwanya orang-orang yang tidak melaksanakan perintah-perintah Allah dan tidak menghentikan larangan-larangan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.