Tafsir Indonesia Depag Surah Al-Maidah 87
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تُحَرِّمُواْ طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللّهُ لَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Pada ayat ayat ini Allah swt. menunjukkan firman-Nya kepada kaum muslimin, yaitu melarang mereka mengharamkan bagi diri mereka segala yang baik yang telah dihalalkan-Nya seperti makanan, minuman, pakaian, pernikahan dan lain-lainnya yang baik dan halal.
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan beberapa orang sahabat yang keliru dalam memahami dan melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam. Mereka mengira, bahwa untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. harus melepaskan diri dari segala macam kenikmatan duniawi, karena mereka berpendapat, bahwa kenikmatan itu hanya akan melalaikan mereka beribadat kepada Allah. Padahal Allah swt. telah menciptakan dan menyediakan di muka bumi ini barang-barang yang baik, yang dihalalkan-Nya untuk mereka. Dan di samping itu, Dia telah menjelaskan pula apa-apa yang diharamkan-Nya.
Akan tetapi, walaupun Allah swt. telah menyediakan dan menghalalkan barang-barang yang baik bagi hamba-Nya, namun haruslah dilakukan menurut cara yang telah ditentukan-Nya. Maka firman Allah dalam ayat ini melarang hamba-Nya dari sikap dan perbuatan yang melampaui batas. Perbuatan yang melampaui batas dalam soal makanan, misalnya, dapat diartikan dengan dua macam pengertian. Pertama seseorang tetap memakan makanan yang baik, yang halal, akan tetapi ia berlebih-lebihan memakan makanan itu, atau terlalu banyak. Padahal makan yang terlalu kenyang adalah merusak kesehatan, alat-alat pencernaan dan mungkin merusak pikiran. Dana dan dayanya tertuju kepada makanan dan minuman, sehingga kewajiban-kewajiban lainnya terbengkalai, terutama ibadahnya. Pengertian yang kedua ialah bahwa seseorang telah melampaui batas dalam hal macam makanan yang dimakannya, dan minuman yang diminumnya; tidak lagi terbatas pada makanan yang baik dan halal, bahkan telah melampauinya kepada yang merusak dan berbahaya, yang telah diharamkan oleh agama. Kedua hal itu tidak dibenarkan oleh ajaran agama Islam.
Pada akhir ayat tersebut Allah swt. memperingatkan kepada hamba-Nya, bahwa Dia tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas. Ini berarti bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan haruslah selalu dalam batas-batas tertentu, baik yang ditetapkan oleh agama, seperti batas halal dan haramnya, maupun batas-batas yang dapat diketahui oleh akal, pikiran dan perasaan, misalnya batas mengenal banyak sedikitnya serta manfaat dan mudaratnya.
Suatu hal yang perlu kita ingat ialah prinsip yang terdapat dalam Syariat Islam, bahwa apa-apa yang dihalalkan oleh agama adalah karena ia bermanfaat dan tidak berbahaya; sebaliknya apa-apa yang diharamkannya adalah karena ia berbahaya dan tidak bermanfaat atau karena bahayanya lebih besar daripada manfaatnya.
Oleh sebab itu tidaklah boleh mengubah-ubah sendiri hukum-hukum agama yang telah ditetapkan Allah swt. dan Rasul-Nya. Allah swt. Maha Mengetahui apa-apa yang baik dan bermanfaat bagi hamba-Nya dan apa yang berbahaya bagi mereka. Dan Dia Maha Pengasih terhadap mereka.
Asbabun Nuzul Indonesia Depag Surah Al-Maidah 87
Imam Tirmizi dan lain-lainnya meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu Abbas, "Ada seorang lelaki datang menghadap kepada Nabi saw., lalu lelaki itu bertanya, 'Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ini apabila memakan daging langsung naik syahwat terhadap wanita-wanita dan syahwatku menguasai diriku, dari itu aku haramkan daging untuk diriku.' Setelah itu turunlah ayat, 'Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang telah dihalalkan Allah untukmu.'" (Q.S. Al-Maidah 87). Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah hadis dari jalur Aufi dari Ibnu Abbas, bahwa ada beberapa orang lelaki dari kalangan para sahabat, di antaranya ialah sahabat Usman bin Mazh`un, mereka bertekad mengharamkan diri mereka dari wanita-wanita (istri-istri) dan daging. Kemudian mereka mengambil pisau tajam untuk memotong buah pelir mereka (mengebiri diri sendiri) agar mereka tidak terkena nafsu syahwat lagi, dengan demikian mereka bisa mengkonsentrasikan diri untuk beribadah. Sebelum mereka melakukan niat itu turunlah ayat-ayat ini. Diketengahkan pula hadis yang serupa secara mursal oleh Ikrimah, Abu Qilabah, Mujahid, Abu Malik An-Nakha'i, Sadi dan lain-lainnya. Di dalam riwayat Sadi disebutkan, bahwa mereka terdiri dari sepuluh orang sahabat, yang di antaranya ialah Ibnu Mazh`un dan Ali bin Abu Thalib. Di dalam riwayat Ikrimah disebutkan bahwa di antara mereka adalah Ibnu Mazh'un, Ali bin Abu Thalib, Ibnu Masud, Miqdad bin Aswad dan Salim budak yang telah dimerdekakan oleh Abu Huzaifah. Dan di dalam riwayat Mujahid disebutkan, bahwa di antara mereka ialah Ibnu Mazh'un dan Abdullah bin Umar. Ibnu Asakir mengetengahkan sebuah hadis di dalam kitab Tarikh dari jalur Sadi Shaghir dari Kalbi dari Abu Saleh dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas mengatakan, "Ayat ini diturunkan sehubungan dengan segolongan para sahabat yang di antaranya ialah Abu Bakar, Umar, Ali, Ibnu Masud, Usman bin Mazh'un, Miqdad bin Aswad dan Salim bekas budak Abu Huzaifah. Mereka telah bersepakat untuk mengebiri diri, menjauhi istri-istri mereka, tidak akan memakan daging dan segala yang berlemak, tidak akan memakan makanan kecuali hanya makanan pokok saja (mutih), memakai pakaian yang serba kasar dan mereka bertekad akan hidup mengembara di muka bumi seperti halnya para rahib. Sebelum mereka menunaikan niat, turunlah ayat ini." Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis dari Zaid bin Aslam, "Abdullah bin Rawahah kedatangan seorang tamu dari familinya, sedangkan pada waktu itu ia sedang berada di sisi Nabi saw. Pada waktu Abdullah kembali ke rumahnya, ia menjumpai keluarganya tidak memberi makan tamunya itu karena menunggu kedatangannya. Melihat hal itu ia berkata kepada istrinya, 'Engkau telah menahan tamuku (tidak memberinya makan); sungguh makanan itu haram bagiku.' Istrinya menjawab, 'Sungguh makanan itu haram bagiku.' Sang tamu pun berkata, 'Sungguh makanan itu haram bagiku.' Setelah melihat keadaan demikian Abdullah bin Rawahah meletakkan tangannya ke makanan itu seraya berkata, 'Makanlah kamu sekalian dengan menyebut nama Allah!' Seusai peristiwa itu Abdullah bin Rawahah pergi menemui Nabi saw., lalu ia menceritakan kepada beliau apa yang baru saja ia alami beserta keluarga dan tamunya. Kemudian Allah menurunkan firman-Nya, 'Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengharamkan apa yang baik yang telah dihalalkan Allah untuk kamu...'" (Q.S. Al-Maidah 87).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.