Tafsir Surah Al Maidah 88

💬 : 0 comment

Tafsir Indonesia Depag Surah Al-Maidah 88


وَكُلُواْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّهُ حَلاَلاً طَيِّبًا وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِيَ أَنتُم بِهِ مُؤْمِنُونَ

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

Pada ayat ini Allah swt. memerintahkan kepada hamba-Nya agar mereka memakan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka. Halal di sini mengandung dua macam pengertian.

Pertama halal menurut zatnya, yaitu bukan termasuk barang-barang yang oleh agama Islam dinyatakan sebagai barang-barang yang haram, seperti bangkai, darah, daging babi dan khamar.

Kedua halal menurut cara memperolehnya, yaitu diperoleh dengan cara-cara yang dihalalkan oleh agama, misalnya dengan cara membeli, meminjam, pemberian, dan sebagainya. Bukan dengan cara-cara yang dilarang agama, seperti mencuri, merampas, menipu, korupsi, riba, judi dan lain-lainnya.

Prinsip "halal dan baik" ini hendaknya senantiasa menjadi perhatian dalam menentukan makanan dan minuman yang akan dimakan untuk diri sendiri dan untuk keluarga, karena makanan dan minuman itu tidak hanya berpengaruh terhadap jasmani, melainkan juga terhadap rohani.

Tidak ada halangan bagi orang-orang mukmin yang mampu, untuk menikmati makanan dan minuman yang enak, dan untuk mengadakan hubungan dengan istri, akan tetapi haruslah menaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan syara, yaitu baik, halal dan menurut ukuran yang layak. Maka pada akhir ayat ini Allah swt. memperingatkan orang-orang mukmin agar mereka berhati-hati dan bertakwa kepada-Nya dalam soal makanan, minuman dan wanita, serta kenikmatan-kenikmatan lainnya. Janganlah mereka menetapkan hukum-hukum menurut kemauan sendiri dan tidak pula berlebih-lebihan dalam menikmati apa-apa yang telah dihalalkan-Nya.

Dalam ayat lain Allah swt. berfirman:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Artinya:
Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang berlebih-lebihan.
(Q.S. Al-A'raf: 31)

Agama Islam sangat mengutamakan kesederhanaan. Ia tidak membenarkan umatnya berlebih-lebihan dalam makan, minum, berpakaian dan sebagainya, bahkan dalam beribadah. Sebaliknya, juga tidak dibenarkannya seseorang terlalu menahan diri dari menikmati sesuatu, padahal ia mampu untuk memperolehnya. Apalagi bila sifat menahan diri itu sampai mendorongnya untuk mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan syara'.

Rasulullah saw. telah memberikan suri teladan tentang kesederhanaan ini. Dalam segala segi kehidupannya, beliau senantiasa bersifat sederhana, padahal jika beliau mau niscaya beliau dapat saja menikmati segala macam kenikmatan itu sepuas hati. Akan tetapi beliau tidak berbuat demikian, karena sebagai seorang pemimpin, beliau memimpin umatnya kepada pola hidup sederhana, akan tetapi tidak menyiksa diri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar!
Apabila ada penulisan yang salah atau kurang tepat.